Sepanjang tahun 2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 1.019 perkara tindak pidana korupsi yang disidangkan di berbagai tingkatan pengadilan. Dari keseluruhan perkara tersebut 1.125 orang menjadi terdakwa.
Hasil temuan lembaga anti korupsi itu menyebutkan bahwa rata-rata vonis terhadap terdakwa korupsi hanya dua tahun tujuh bulan penjara, naik tipis dibanding 2018 yakni dua tahun lima bulan. Secara spesifik dari 1.125 terdakwa korupsi yang disidangkan pada 2019, setidaknya 842 orang diantaranya diberikan vonis ringan dan hanya sembilan orang yang diganjar vonis berat.
Padahal menurut ICW regulasi pemberantasan tindak pidana korupsi yang dijadikan dasar pemeriksaan di persidangan memungkinkan untuk menghukum terdakwa sampai 20 tahun penjara, bahkan seumur hidup.
ICW juga menilai kinerja penegak hukum baik Kejaksaan atau KPK dalam hal penuntutan belum memuaskan public. Sebab, rata-rata tuntutan sepanjang 2019 hanya tiga tahun tujuh bulan penjara. Selain itu, kedua lembaga penegak hukum itu sangat minim menuntut berat terdakwa korupsi.
KPK Tunggu Pedoman Pemidanaan Koruptor dari MA
Atas temuan ICW itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan menghargai hasil temuan ICW terkait putusan yang dijatuhkan dalam perkara tindak pidana korupsi. Menurutnya KPK telah ikut hadir dalam pembahasan bersama dengan Mahkamah Agung (MA) sehubungan dengan rancangan rumusan pedoman pemidanaan. Dan berharap MA dapat menerbitkan pedoman tersebut sebagai standar majelis hakim di dalam memutus perkara tindak pidana korupsi.
Dalam tugas dan fungsi penuntutan, kata Ali, KPK saat ini masih dalam proses finalisasi pedoman penyusunan penuntutan. Dengan adanya pedoman ini, tambahnya, setidaknya akan mengurangi disparitas tuntutan pidana khusus terhadap pidana badan.
“Penanganan perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan pada kasus-kasus case building yang berdampak pada perekonomian nasional secara signifikan secara strategi penanganan perkara yang dilakukan dengan pasal tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang, yang saat ini didukung oleh satgas asset tracing sebagai upaya memaksimalkan pengembalian asset dan pengembalian kerugian negara oleh KPK,” papar Ali.
ICW Ragukan Komitmen Anti-Korupsi MA
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan banyaknya putusan vonis ringan terhadap para koruptor antara lain karena Mahkamah Agung belum memiliki pedoman pemidanaan. ICW juga meragukan komitmen anti korupsi Mahkamah Agung.
Setiap hakim-hakim yang menyidangkan perkara korupsi kata Kurnia seringkali belum memiliki perspektif ketika melihat kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
"Yang mana penamaan extraordinary crime itu, perlakuan negara kepada pelaku korupsi tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional, contohnya memberikan vonis berat sebagai upaya penjeraan bagi pelaku korupsi sendiri dan juga menunjukan kepada masyarakat efek dari kejahatan yang dilakukan” ujar Kunia.
Kurnia menambahkan perlu pedoman untuk menyidangkan dari Mahkamah Agung. Selain itu perlu adanya seruan atau memberikan gambaran dari pimpinan MA kepada hakim-hakim khususnya hakim di tindak pidana korupsi agar memberikan pemberatan bagi perkara yang terkait langsung dengan tindak pidana korupsi.
MA Akui Sedang Garap Pedoman Pemidanaan Koruptor
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan lembaganya sekarang ini sedang membuat pedoman pemidanaan bagi koruptor. Pedoman itu akan digunakan para hakim dalam memutus perkara korupsi.
Dia tidak mau merinci apa saja isi dari rumusan yang tengah digodok oleh Mahkamah Agung. Abdullah hanya menyatakan bahwa proses perumusan mungkin melambat karena pandemi Covid-19. [fw/em]