Rekapitulasi penghitungan suara pemilihan presiden 2014 di tingkat provinsi Jawa Timur berakhir pada Sabtu (19/7) tengah malam, dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang dengan perolehan 53,17 persen dari total suara di provinsi tersebut.
Pasangan Jokowi-Kalla meraih 11.669.313 suara dari total suara sah 21.946.401, sementara pesaingnya Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih 10.277.088 suara atau 46,83 persen.
Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Kalla di Jawa Timur, Kusnadi mengatakan, meski ada sedikit penurunan dari target perolehan suara, kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla di Jawa Timur merupakan hasil kerja keras semua pihak yang mendukung.
“Kalau target kita katakan bahwa agak meleset sedikit, jadi agak kurang sedikit, kalau target kita itu sebenarnya 53,62 persen, tapi terus kemudian ada meleset sedikit karena dinamika ada PSU (pemungutan suara ulang di TPS), kemudian ada yang lain dan sebagainya sehingga kurang menjadi 53,17 persen. Ya itu masih dalam batas normal lah, jadi suatu hal yang bagus dengan suatu kerja keras yang dilakukan oleh semua elemen masyarakat," ujarnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur, Eko Sasmito mengatakan, meski diwarnai perdebatan sengit dan diakhiri oleh keluarnya saksi pasangan Prabowo-Hatta dari ruangan sebelum rapat pleno berakhir, hasil rekapitulasi yang telah disahkan ini merupakan hasil maksimal pelaksanaan pilpres di Jawa Timur yang harus dihormati bersama.
“Kita usahakan tadi kawan-kawan tadi untuk mengikuti proses ini sampai selesai, termasuk kawan-kawan Bawaslu kan meminta kawan-kawan (saksi pasangan calon nomor urut 1) untuk menyelesaikan proses itu dengan baik. Ini adalah hasil maksimal dari proses rekapitulasi yang sudah kita laksanakan," ujarnya.
Meski menerima hasil rekapitulasi dengan berbagai catatan dan keberatan, saksi pasangan Prabowo Hatta, Basuki Babussalam menyatakan kekecewaannya terkait belum adanya tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai persoalan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yang dianggap menyalahi aturan.
“Kami mencatat ada dua hal, rekomendasi Panwas Kota Surabaya dan Bawaslu Jawa Timur itu sama sekali tidak dijalankan, terkait dengan rekomendasi yang berhubungan dengan daftar pemilih tambahan," ujarnya.
"Di KPU Provinsi Jawa Timur itu diulur-ulur padahal waktunya sekarang sudah habis. Kemudian ada pengakuan di kawan-kawan KPU Surabaya yang menyatakan bahwa ketika saksi kami meminta agar rekomendasi Bawaslu itu dikonsultasikan kepada KPU Provinsi Jawa Timur, itu kemudian justru KPU Surabaya yang tidak mau.”
Sementara itu, saksi pasangan Jokowi-Kalla, Didik Prasetiyono mengatakan, meski memenangkan pilpres di Jawa Timur, beberapa catatan dan keberatan akan disertakan dalam hasil rekapitulasi tersebut.
Hal ini terkait dugaan kecurangan perolehan suara yang terjadi di Sampang berupa penggelembungan suara dan pemilih fiktif sehingga pasangan Jokowi-Jusuf Kalla memperoleh nol suara di 17 TPS di Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang.
Selain itu ada bukti keterlibatan sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten Bangkalan pada kampanye pasangan Prabowo-Hatta yang juga belum mendapat tanggapan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur.
“Saksi pasangan Jokowi-JK menolak hasil Pemilihan Umum Presiden di Kabupaten Bangkalan secara umum, artinya mereka kecewa terhadap hal ini dan menolak. Banyak disebutkan diantaranya keterlibatan yang sudah jelas adalah keterlibatan pimpinan, pejabat-pejabat daerah, yang ini ada lima orang terlibat dalam kampanye Prabowo-Hatta," ujarnya.
"Sudah dilaporkan ke Panwaslu, sudah ditindaklanjuti oleh Panwaslu berupa teguran dan laporan kepada gubernur dan badan yang membidan menegor pejabat-pejabat (inspektorat). Kalau pejabat-pejabat daerah sudah berpihak, maka implikasinya adalah kebijakan-kebijakannya turut berubah, itu kemudian bisa menimbulkan implikasi ke perubahan rekapitulasi.”
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pusat Nelson Simanjuntak mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian dan penyelidikan terkait kasus di Sampang, serta beberapa dugaan pelanggaran pada Pilpres kali ini.
“Ada beberapa TPS yang 100 persen untuk pasangan calon tertentu, saya katakan tidak serta merta itu dianggap sebagai pelanggaran, tetapi karena itu dicurigai oleh peserta Pemilu, ataupun juga kemudian oleh masyarakat, maka kita harus melakukan klarifikasi," ujarnya.