Bencana kelaparan di kalangan warga Palestina di jalur Gaza terus memburuk, menurut badan-badan bantuan. Sementara, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersiap melakukan pemungutan suara pada Selasa (12/12) terkait usulan gencatan senjata dalam konflik antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama dua bulan tersebut.
Nyawa ratusan warga sipil terenggut dalam serangan Israel di Gaza sejak Amerika Serikat (AS) pada Jumat memveto resolusi Dewan Keamanan yang menyerukan gencatan senjata.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza diusir dari rumah mereka. Mereka mengatakan tidak mungkin mendapatkan perlindungan atau makanan di wilayah pesisir yang padat penduduknya. Program Pangan Dunia PBB mengatakan setengah dari penduduknya menderita kelaparan.
“Kelaparan mengintai semua orang,” kata UNRWA, badan PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Palestina, dalam cuitan di platform X.
Warga Gaza mengatakan bahwa orang-orang yang terpaksa melarikan diri berkali-kali akhirnya meninggal karena kelaparan dan kedinginan, selain juga akibat dari serangan bombardemen Israel. Mereka menggambarkan adanya penjarahan truk bantuan dan lonjakan harga yang tinggi.
Israel mengatakan instruksinya kepada masyarakat untuk mengungsi adalah salah satu langkah yang diambil untuk melindungi warga sipil ketika mereka mencoba membasmi Hamas. Israel menyebut Hamas telah menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang dalam serangan lintas batas pada 7 Oktober. Sekitar 100 sandera telah dibebaskan.
Serangan balasan Israel menewaskan 18.205 orang dan melukai hampir 50.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara kemungkinan besar pada Selasa (12/12) akan meloloskan rancangan resolusi yang menggunakan bahasa yang mirip dengan resolusi yang ditolak oleh AS pada sesi Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara pada pekan lalu.
Resolusi-resolusi Majelis Umum tidak bersifat mengikat. Namun mempunyai bobot politik dan mencerminkan pandangan dunia.
Beberapa diplomat dan pengamat memperkirakan pemungutan suara tersebut akan mendapat dukungan yang lebih besar dibandingkan seruan majelis pada Oktober untuk “gencatan senjata kemanusiaan yang dilakukan segera, bertahan lama dan berkelanjutan.”
Dukungan AS
Pemungutan suara tersebut dijadwalkan digelar sehari setelah 12 utusan Dewan Keamanan mengunjungi perbatasan Rafah dan Gaza di sisi Mesir, satu-satunya tempat di mana bantuan kemanusiaan dan bahan bakar terbatas masuk. AS tidak mengirimkan perwakilannya dalam perjalanan tersebut.
Presiden AS Joe Biden, yang mendapat kecaman keras atas dukungannya terhadap tanggapan Israel terhadap serangan 7 Oktober, pada Senin (11/12) mengatakan pada perayaan hari raya Hannukah di Gedung Putih bahwa komitmennya terhadap Israel “tidak tergoyahkan.”
“Saudara-saudara, jika tidak ada Israel, tidak akan ada orang Yahudi di dunia yang aman,” kata Biden. Dia juga menyinggung hubungannya yang rumit dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menurutnya sedang berada dalam “keadaan sulit.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller, mengatakan kepada wartawan pada Senin bahwa Israel bukanlah pengecualian bagi kebijakan AS yang menyatakan bahwa setiap negara yang menerima bantuan senjatanya harus mematuhi hukum perang.
“Kami memantau segala sesuatu yang terjadi dalam konflik ini,” kata Miller. “Kami terlibat dalam pembicaraan dengan pemerintah Israel.”
Ketika perang semakin intensif, cara dan lokasi penggunaan senjata Israel dari AS menjadi sorotan, meski pihak AS menyatakan tidak ada rencana untuk memberlakukan persyaratan pada bantuan militer kepada Israel atau mempertimbangkan penahanan sebagian dari bantuan tersebut.
Washington mengatakan gambar pria-pria Palestina yang ditahan di Gaza dengan hanya mengenakan pakaian dalam yang beredar di media sosial "sangat meresahkan.” AS meminta Israel untuk mengklarifikasi keadaan seputar foto-foto tersebut, tambah Miller. Israel berkilah para pria itu ditelanjangi untuk memastikan mereka tidak menyembunyikan bahan peledak atau senjata.
Gedung Putih juga mengatakan pada Senin bahwa pihaknya prihatin dengan laporan bahwa Israel menggunakan amunisi fosfor putih yang dipasok AS dalam serangan Oktober di Lebanon selatan dan sedang mencari informasi lebih lanjut. Amunisi tersebut, yang secara legal dapat digunakan di medan perang untuk membuat tabir asap dan kegunaan lainnya, dapat menyebabkan luka bakar yang serius.
Israel mengatakan tuduhan Human Rights Watch bahwa mereka menggunakan amunisi fosfor putih di Gaza dan Lebanon "benar-benar salah."
Bantuan Baru
Para pejabat PBB mengatakan 1,9 juta orang – 85 persen dari populasi Gaza – terpaksa mengungsi. Mereka menjelaskan kondisi di daerah selatan tempat mereka berkumpul sebagai seperti neraka.
Untuk meningkatkan jumlah bantuan yang mencapai Gaza, Israel mengatakan pada Senin (11/12) bahwa mereka akan menambahkan pemeriksaan pengiriman di perbatasan Kerem Shalom meskipun mereka tidak membuka penyeberangan itu sendiri.
Kebanyakan truk memasuki jalur di persimpangan ini sebelum perang. Dua sumber keamanan Mesir mengatakan inspeksi akan dimulai pada Selasa (12/12) berdasarkan kesepakatan baru antara Israel, Mesir dan AS.
Setelah gagalnya gencatan senjata selama seminggu pada 1 Desember, Israel memulai serangan darat di selatan dan sejak itu terus bergerak dari timur hingga ke jantung kota Khan Younis.
Israel mengatakan puluhan pejuang Hamas menyerah dan mendesak kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama. [ah/ft]
Forum