Warga Gaza mencari perlindungan di rumah sakit yang dibom ketika Israel bertekad untuk “mengintensifkan” perang melawan Hamas di Gaza pada Sabtu (9/12), sehari setelah Amerika Serikat (AS) memblokir upaya gencatan senjata di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kelompok-kelompok bantuan mengatakan Gaza menghadapi situasi kemanusiaan yang “memprihatinkan” dan berada di ambang kehancuran karena penyakit dan kelaparan.
Setidaknya 17.700 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dalam dua bulan pertempuran di wilayah sempit tersebut, menurut angka terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Washington memveto resolusi PBB yang menyerukan gencatan senjata pada Jumat (8/12), sebuah tindakan yang dikutuk keras oleh kelompok Palestina dan kemanusiaan.
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia menghargai "sikap tepat yang diambil AS" dan berjanji untuk "melanjutkan perang yang adil untuk melenyapkan Hamas.”
Israel berjanji untuk membasmi Hamas setelah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober. Saat itu Hamas menerobos perbatasan militer Gaza, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera, menurut pejabat Israel.
Israel pada Sabtu (9/12) mengatakan 137 tawanan masih berada di wilayah Palestina.
Seorang jurnalis AFP mengatakan ribuan warga Gaza berlindung di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, yang tidak lagi berfungsi. Sebagian bangunan rumah sakit itu hancur menyusul serangan Israel pada bulan lalu.
Ratusan tenda darurat yang terbuat dari potongan kain dan plastik memenuhi halaman dan taman rumah sakit di tengah tembok yang runtuh.
Suheil Abu Dalfa, 56 tahun, dari distrik Shejaiya di kota itu, mengatakan dia melarikan diri dari pengeboman besar-besaran yang dilakukan pesawat dan tank Israel.
"Ini sungguh gila. Sebuah peluru menghantam rumah dan melukai putra saya yang berusia 20 tahun," katanya kepada AFP.
Tanpa Anestesi
Otoritas kesehatan Hamas mengatakan 71 jenazah tiba di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah dalam waktu 24 jam, dan 62 orang di Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Yunis.
Seorang koresponden AFP di Rumah Sakit Nasser melihat seorang anak berada di atas tandu darurat dan yang lainnya menunggu perawatan di lantai. Pada saat yang sama, para petugas pemadam kebakaran di luar mencoba memadamkan gedung yang terbakar akibat serangan Israel.
Alexandra Saieh, dari organisasi nirlaba Save the Children, menceritakan tentang "belatung diambil dari luka dan anak-anak menjalani amputasi tanpa anestesi.”
Situasi ini “bukan hanya sebuah bencana, ini adalah sebuah kehancuran,” tambah Bushra Khalidi dari Oxfam.
Panglima militer Israel Herzi Halevi mengatakan pihaknya perlu “memperkeras" serangan di Gaza.
“Kami melihat semakin banyak teroris yang terbunuh, semakin banyak teroris yang terluka, dan dalam beberapa hari terakhir kami melihat teroris menyerah – ini adalah tanda bahwa jaringan mereka telah hancur,” katanya pada sebuah upacara di Yerusalem.
Penasihat Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi mengatakan kepada TV Israel bahwa 7.000 “teroris” terbunuh, tanpa menjelaskan lebih lanjut sumber angka tersebut.
Dewan Perlindungan Israel
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta dilakukannya pemungutan suara Dewan Keamanan mengenai gencatan senjata pada Jumat (8/12). Permintaan pemungutan suara oleh Sekjen PBB jarang terjadi.
Namun usulan tersebut diveto AS. Utusan AS Robert Wood mengatakan usulan tersebut "berbeda dengan kenyataan" dan justru hanya akan membiarkan Hamas berkuasa di Gaza.
Presiden Palestina Mahmud Abbas mengatakan dia "meminta AS bertanggung jawab atas pertumpahan darah anak-anak, perempuan dan orang tua Palestina" setelah veto tersebut.
Avril Benoit, kepala badan amal Doctors Without Borders (MSF), menggambarkan veto AS sebagai "sangat kontras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.”
Ada juga kemarahan di kawasan pemukiman Rafah yang hancur akibat serangan Israel.
“Resolusi apa yang pernah disetujui Dewan Keamanan dan diterapkan demi tujuan kami dan rakyat Palestina?” kata penduduk setempat Mohammed al-Khatib di tengah reruntuhan.
Iran, yang mendukung Hamas, memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan "ledakan yang tidak terkendali dalam situasi di kawasan.” Sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam badan PBB tersebut sebagai "dewan perlindungan Israel.”
Senjata di Sekolah
Diperkirakan 1,9 juta dari 2,4 juta penduduk Gaza telah mengungsi.
Para pengungsi mengubah Rafah yang berlokasi di dekat persimpangan dengan Mesir menjadi sebuah kamp yang luas setelah mereka dihalangi untuk meninggalkan wilayah sempit tersebut.
Pertempuran udara, laut, dan darat terus berlanjut. Militer Israel mengklaim mereka menemukan senjata di sebuah sekolah di Kota Gaza. Mereka mengaku ditembaki dari arah sekolah dan masjid badan PBB.
Sayap bersenjata Hamas mengatakan pihaknya menembakkan roket ke arah Reim di Israel selatan – tempat festival musik Supernova di mana 364 orang terbunuh pada 7 Oktober, menurut data Israel.
Ada kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas, yang sering terjadi antara Israel dan gerakan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran.
Pasukan Israel menyatakan bahwa mereka melakukan pembalasan pada hari Sabtu setelah "peluncuran" yang tidak dijelaskan dari Lebanon, termasuk dengan menggunakan pesawat tempur.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat yang diduduki Israel, di mana kementerian kesehatan mengatakan tiga orang tewas pada Sabtu (9/12).
Militer sebelumnya mengatakan telah menangkap 2.200 orang di Tepi Barat, 1.800 di antaranya adalah anggota Hamas, sejak perang Israel-Hamas dimulai. [ah/ft]
Forum