Pejabat pemerintah Sri Lanka, Rabu (1/9) menggerebek gudang-gudang swasta dan menyita ribuan ton gula, sehari setelah keadaan darurat diumumkan karena kekurangan pangan yang disebabkan oleh krisis mata uang.
Seorang perwira militer yang ditugaskan untuk meningkatkan persediaan makanan mengatakan sedikitnya 13.000 ton gula putih dan gula merah ditemukan dalam penggerebekan tersebut.
"Tujuannya untuk mencegah penimbunan," kata Mayor Jenderal Senarath Niwunhella, yang ditunjuk sebagai komisaris jenderal layanan penting hari Selasa, kepada AFP.
Ia membantah gula itu disita. "Pemerintah akan membayar dengan harga yang wajar kepada importir berdasarkan penilaian bea cukai," ujarnya.
Jenderal itu menyatakan importir telah menimbun gula sementara harga-harga di pasar naik tajam.
"Hari ini kita mulai dengan gula dan akan memperluas aksi ini ke beberapa komoditas lain seperti tepung terigu dan beras juga jika importir tidak melepas stoknya ke pasar," Senarath menambahkan.
Penggerebekan terkonsentrasi di gudang-gudang di luar ibukota.
Para ahli mempermasalahkan krisis pangan atas kekurangan devisa untuk mengimpor dan mempertahankan stok penyangga. Pihak berwenang menambahkan hukuman atas penimbunan makanan.
Gula tidak tersedia dengan harga yang ditentukan pemerintah sebesar 135 rupee atau sekitar 9.600 rupiah per kilo, namun dapat dibeli di pasar gelap dengan harga dua kali lipat.
Niwunhella mengungkapkan stok yang disita akan diberikan kepada took-toko ritel milik negara agar dijual di bawah harga pasar terbuka.
Harga beras, bawang, dan kentang juga naik tajam, sementara antrean panjang terjadi di luar toko karena kelangkaan susu bubuk, minyak tanah, dan gas untuk memasak.
Kekurangan itu terjadi ketika negara berpenduduk 21 juta itu berjuang melawan gelombang virus corona dengan kematian lebih dari 200 jiwa setiap hari.
Perekonomian terpuruk dan mencapai rekor 3,6 persen tahun 2020 akibat pandemic COVID-19. [mg/jm]