CHICAGO —
Roger Ebert memiliki ibu jari yang paling banyak dilihat di Hollywood. Dengan gerakan ibu jarinya tersebut, kritikus pemenang hadiah bergengsi Pulitzer Prize itu mempengaruhi keputusan penonton film di Amerika dan terkadang bisa melambungkan atau menjatuhkan suatu film.
Bersama dengan kritikus Gene Siskel, penulis berkacamata tanduk itu menciptakan format kritikan yang terbukti menarik perhatian karena kesederhanaannya: Ulasan yang tidak kompleks namun cerdas dan dapat dimengerti serta tidak merendahkan penggemar film biasa.
Ebert, kritikus film untuk surat kabar Chicago Sun-Times sejak 1967, meninggal dunia Kamis (4/4) di Lembaga Rehabilitasi Chicago saat ia sedang bersiap mendapat perawatan di rumah, menurut istrinya, Chaz dalam pernyataan di blog Ebert. Ia berusia 70 tahun.
Setelah menjalani operasi untuk kanker tiroid dan kelenjar ludah pada 2006, Ebert kehilangan bagian dari rahangnya dan kemampuan berbicara, makan dan minum. Namun ia terus menulis penuh waktu dan akhirnya kembali ke televisi. Selain bekerja untuk Sun-Times, ia rajin menulis di media sosial, berhubungan dengan ratusan ribu penggemarnya di Facebook dan Twitter.
Ibu jari Ebert, menunjuk ke atas atau ke bawah, merupakan ciri khasnya. Ibu jari itu merupakan logo utama acara televisi yang dibawakannya, pertama dengan Siskel dari surat kabar saingan Chicago Tribune, dan kemudian dengan koleganya dari Sun-Times Richard Roeper, setelah Siskel meninggal pada 1999. Jargon “dua jempol” selalu dipakai dalam iklan film-film yang mendapatkan pujian dari Ebert.
Kritikus yang paling dikenal di AS itu “menulis dengan semangat berdasarkan pengetahuan mendalam mengenai film dan sejarah film, sehingga membantu banyak film menemukan pemirsanya,” ujar sutradara Steven Spielberg. Kematiannya “mengakhiri sebuah era, dan sekarang balkon itu tertutup selamanya.”
Pada awal 2011, Ebert meluncurkan acara baru "Ebert Presents At the Movies." Ia menggunakan dagu buatan dan memakai suara orang lain atau komputer saat membacakan ulasannya.
Para penggemar memuji keberaniannya, tapi Ebert mengatakan itu bukan masalah keberanian.
“Anda harus memainkan kartu yang sudah Anda bagi. Apa lagi pilihan kita? Saya tidak punya kesakitan. Saya menikmati hidup, dan mengapa saya harus mengeluh?” ujarnya.
Ia orang yang sederhana namun memiliki keyakinan kerasa bahwa para kritikus harus jujur memberitahu pemirsa “bagaimana menginvestasikan dua jam dari hidupnya dengan lebih baik.”
Bekerja paruh waktu di Sun-Times pada 1966, Ebert kuliah S3 di University of Chicago dan mendapatkan pekerjaan sebagai pengulas film setahun kemudian. Ulasan-ulasannya kemudian diterbitkan secara sindikasi oleh beberapa ratus surat kabar lain, dikumpulkan dalam buku dan diulangi di laman-laman yang tak terhitung jumlahnya, membuatnya sebagai kritikus film paling berpengaruh di AS.
Hadiah Pulitzer yang diterimanya pada 1975 merupakan yang pertama, dan salah satu dari tiga, yang pernah diterima kritikus film sejak kategori tersebut diciptakan pada 1970. Pada 2005, ia menerima penghargaan lain dan menjadi kritikus film pertama yang mendapatkan bintang di Hollywood Walk of Fame.
Ia kemudian melakukan banyak wawancara dan profil dari aktor-aktor dan sutradara terkenal, seperti Alfred Hitchcock, John Wayne dan Robert Mitchum. Ebert juga memberikan dorongan pada awal karir Martin Scorsese, yang merupakan salah satu dari tiga pembuat film yang membuat bio-dokumenter mengenai Ebert menjelang kematiannya.
Pada 1969, Ebert cuti dari Sun-Times untuk menulis naskah film untuk "Beyond the Valley of the Dolls,” yang kemudian menjadi “cult film”.
Ebert juga menulis lebih dari 20 buku, termasuk dua volume esai mengenai film-film klasik dan “I Hated, Hated, Hated This Movie (Saya Benci, Benci, Benci Film Ini)”, sebuah koleksi ulasannya yang paling tajam.
Anak dari teknisi listrik yang bekerja di University of Illinois, Ebert lahir di Urbana, Illinois pada 18 Juni 1942. Kecintaannya akan jurnalistik dan film ada sejak remaja. Ebert menulis untuk koran lokal pada usia 15 dan menjadi editor koran mahasiswa saat kuliah di University of Illinois.
Setelah lulus pada 1964, Ebert mendapat beasiswa satu tahun di University of Cape Town di Afrika Selatan dan mulai mengerjakan program doktoratnya di University of Chicago tak lama setelah itu.
Pada 2010, Ebert mengatakan ia tidak takut kematian karena ia tidak percaya ada sesuatu “di balik kematian untuk ditakuti.”
"Saya sangat tenang sebelum saya lahir, dan saya kira situasi yang sama berlaku untuk kematian,” tulisnya.
“Saya bersyukur akan hadiah kecerdasan, cinta, keajaiban dan tawa. Anda tidak dapat mengatakan bahwa itu tidak menarik.” (AP/Caryn Rousseau)
Bersama dengan kritikus Gene Siskel, penulis berkacamata tanduk itu menciptakan format kritikan yang terbukti menarik perhatian karena kesederhanaannya: Ulasan yang tidak kompleks namun cerdas dan dapat dimengerti serta tidak merendahkan penggemar film biasa.
Ebert, kritikus film untuk surat kabar Chicago Sun-Times sejak 1967, meninggal dunia Kamis (4/4) di Lembaga Rehabilitasi Chicago saat ia sedang bersiap mendapat perawatan di rumah, menurut istrinya, Chaz dalam pernyataan di blog Ebert. Ia berusia 70 tahun.
Setelah menjalani operasi untuk kanker tiroid dan kelenjar ludah pada 2006, Ebert kehilangan bagian dari rahangnya dan kemampuan berbicara, makan dan minum. Namun ia terus menulis penuh waktu dan akhirnya kembali ke televisi. Selain bekerja untuk Sun-Times, ia rajin menulis di media sosial, berhubungan dengan ratusan ribu penggemarnya di Facebook dan Twitter.
Ibu jari Ebert, menunjuk ke atas atau ke bawah, merupakan ciri khasnya. Ibu jari itu merupakan logo utama acara televisi yang dibawakannya, pertama dengan Siskel dari surat kabar saingan Chicago Tribune, dan kemudian dengan koleganya dari Sun-Times Richard Roeper, setelah Siskel meninggal pada 1999. Jargon “dua jempol” selalu dipakai dalam iklan film-film yang mendapatkan pujian dari Ebert.
Kritikus yang paling dikenal di AS itu “menulis dengan semangat berdasarkan pengetahuan mendalam mengenai film dan sejarah film, sehingga membantu banyak film menemukan pemirsanya,” ujar sutradara Steven Spielberg. Kematiannya “mengakhiri sebuah era, dan sekarang balkon itu tertutup selamanya.”
Pada awal 2011, Ebert meluncurkan acara baru "Ebert Presents At the Movies." Ia menggunakan dagu buatan dan memakai suara orang lain atau komputer saat membacakan ulasannya.
Para penggemar memuji keberaniannya, tapi Ebert mengatakan itu bukan masalah keberanian.
“Anda harus memainkan kartu yang sudah Anda bagi. Apa lagi pilihan kita? Saya tidak punya kesakitan. Saya menikmati hidup, dan mengapa saya harus mengeluh?” ujarnya.
Ia orang yang sederhana namun memiliki keyakinan kerasa bahwa para kritikus harus jujur memberitahu pemirsa “bagaimana menginvestasikan dua jam dari hidupnya dengan lebih baik.”
Bekerja paruh waktu di Sun-Times pada 1966, Ebert kuliah S3 di University of Chicago dan mendapatkan pekerjaan sebagai pengulas film setahun kemudian. Ulasan-ulasannya kemudian diterbitkan secara sindikasi oleh beberapa ratus surat kabar lain, dikumpulkan dalam buku dan diulangi di laman-laman yang tak terhitung jumlahnya, membuatnya sebagai kritikus film paling berpengaruh di AS.
Hadiah Pulitzer yang diterimanya pada 1975 merupakan yang pertama, dan salah satu dari tiga, yang pernah diterima kritikus film sejak kategori tersebut diciptakan pada 1970. Pada 2005, ia menerima penghargaan lain dan menjadi kritikus film pertama yang mendapatkan bintang di Hollywood Walk of Fame.
Ia kemudian melakukan banyak wawancara dan profil dari aktor-aktor dan sutradara terkenal, seperti Alfred Hitchcock, John Wayne dan Robert Mitchum. Ebert juga memberikan dorongan pada awal karir Martin Scorsese, yang merupakan salah satu dari tiga pembuat film yang membuat bio-dokumenter mengenai Ebert menjelang kematiannya.
Pada 1969, Ebert cuti dari Sun-Times untuk menulis naskah film untuk "Beyond the Valley of the Dolls,” yang kemudian menjadi “cult film”.
Ebert juga menulis lebih dari 20 buku, termasuk dua volume esai mengenai film-film klasik dan “I Hated, Hated, Hated This Movie (Saya Benci, Benci, Benci Film Ini)”, sebuah koleksi ulasannya yang paling tajam.
Anak dari teknisi listrik yang bekerja di University of Illinois, Ebert lahir di Urbana, Illinois pada 18 Juni 1942. Kecintaannya akan jurnalistik dan film ada sejak remaja. Ebert menulis untuk koran lokal pada usia 15 dan menjadi editor koran mahasiswa saat kuliah di University of Illinois.
Setelah lulus pada 1964, Ebert mendapat beasiswa satu tahun di University of Cape Town di Afrika Selatan dan mulai mengerjakan program doktoratnya di University of Chicago tak lama setelah itu.
Pada 2010, Ebert mengatakan ia tidak takut kematian karena ia tidak percaya ada sesuatu “di balik kematian untuk ditakuti.”
"Saya sangat tenang sebelum saya lahir, dan saya kira situasi yang sama berlaku untuk kematian,” tulisnya.
“Saya bersyukur akan hadiah kecerdasan, cinta, keajaiban dan tawa. Anda tidak dapat mengatakan bahwa itu tidak menarik.” (AP/Caryn Rousseau)