Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan pasukan keamanan Myanmar menewaskan 14 orang pada Senin (29/3) dalam demonstrasi yang terjadi di kota-kota di seluruh negeri setelah akhir pekan paling menelan korban jiwa sejak kudeta militer Februari lalu.
Kelompok itu, yang telah memantau kekerasan, mengatakan jumlah korban pada Senin (29/3) menambah jumlah kematian sejak kudeta 1 Februari menjadi sedikitnya 510.
Menurut AAPP, delapan dari kematian pada Senin (29/3) terjadi di Kota Yangon.
Protes berlangsung di seluruh negeri, termasuk di Wilayah Sagaing, di mana ratusan pelayat berbaris di jalan untuk memberikan penghormatan kepada seorang mahasiswa perawat berusia 20 tahun yang ditembak mati pada Minggu (28/3) saat dia memberikan bantuan kepada pengunjuk rasa yang terluka.
“Apa yang terjadi pada hari angkatan bersenjata nasional itu mengerikan,” kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam konferensi pers, Senin (29/3).
“Benar-benar tidak dapat diterima kekerasan yang begitu parah dilakukan terhadap rakyat seperti itu,” tambahnya.
Dalam perkembangan lainnya, Amerika menangguhkan perjanjian perdagangan dengan Myanmar sampai demokrasi di negara itu dipulihkan.
“Amerika mendukung rakyat Myanmar dalam upaya mereka untuk memulihkan pemerintah yang dipilih secara demokratis," kata Kepala Perwakilan Dagang Amerika Katherine Tai dalam sebuah pernyataan.
Tai mengatakan pembunuhan yang dilakukan oleh militer terhadap pengunjuk rasa damai “telah mengejutkan hati nurani komunitas internasional.” [lt/em]