Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Senin (29/3), mengatakan bahwa pemerintahnya sedang bersiap menghadapi potensi banjir pengungsi dari negara tetangga Myanmar.
Pertempuran sengit terjadi antara tentara dan beberapa dari 20an kelompok etnis bersenjata di Myanmar yang menguasai sebagian besar negara itu. Sebuah kelompok aktivis dan media mengatakan sekitar 3.000 orang melarikan diri ke negara tetangga, Thailand, setelah jet-jet militer membombardir daerah yang dikuasai milisi Persatuan Nasional Karen (KNU) dekat perbatasan.
"Kami menganggap ini sebagai masalah dalam negeri. Kami tidak ingin orang-orang yang eksodus, mengungsi ke wilayah kami, tetapi kami juga tidak mau melanggar hak asasi," ujar Prayuth kepada wartawan ketika ditanya tentang kekerasan akhir pekan di Myanmar dalam demonstrasi antikudeta.
"Kami sudah menyiapkan tempat bagi mereka untuk menetap sementara begitu mereka tiba dari seberang. Kami akan bicarakan jumlahnya nanti. Kami belum akan bicara tentang tempat penampungan (permanen), kami belum sampai sana," katanya.
Setidaknya tiga warga sipil tewas pada Sabtu (27/3) dalam serangan udara oleh militer terhadap satu desa yang dikuasai KNU, kata satu organisasi masyarakat sipil. Milisi sebelumnya mengatakan telah menyerbu pos militer dekat perbatasan, menewaskan 10 orang.
Pertempuran juga meletus pada Minggu (28/3) antara kelompok bersenjata lainnya, Tentara Kemerdekaan Kachin, dan militer di daerah pertambangan batu giok Hpakant di utara. Pasukan Kachin menyerang satu kantor polisi, dan militer menanggapi dengan serangan udara, menurut laporan media Kachinwaves. [ka/ab]