Sembilan negara pemilik senjata nuklir menghabiskan $91,4 miliar tahun lalu, atau hampir $3.000 per detik, karena mereka terus melakukan modernisasi, dan dalam beberapa kasus memperluas persenjataan mereka. Itu adalah salah satu pernyataan dari sebuah laporan yang dipublikasikan ICAN (Kampanye Internasional Penghapusan Senjata Nuklir), Senin (17/6).
“Uang ini terbuang sia-sia mengingat negara-negara bersenjata nuklir sepakat bahwa perang nuklir tidak akan pernah bisa dimenangkan dan tidak boleh dilakukan,” Alicia Sanders-Zakre, salah satu penulis laporan tersebut, mengatakan kepada wartawan di Jenewa pekan lalu sebelum mempublikasi laporan tersebut.
Misalnya, katanya, $91,4 miliar per tahun “dapat digunakan untuk membiayai pembangkit listrik tenaga angin bagi lebih dari 12 juta rumah untuk memerangi perubahan iklim atau menutupi 27 persen kesenjangan pendanaan global untuk melawan perubahan iklim, melindungi keanekaragaman hayati, dan mengurangi polusi.”
Laporan tersebut menunjukkan negara-negara pemilik senjata nuklir menghabiskan $10,7 miliar lebih banyak untuk senjata nuklir pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2022, dengan Amerika Serikat menyumbang 80 persen dari peningkatan tersebut.
ICAN melaporkan bahwa Amerika Serikat menghabiskan dana sebesar $51,5 miliar, “lebih besar dari jumlah total belanja negara-negara pemilik senjata nuklir lainnya.” ICAN mengatakan pembelanja terbesar berikutnya adalah China sebesar $11,8 miliar dan Rusia sebesar $8,3 miliar.
Laporan tersebut mencatat bahwa “pengeluaran Inggris juga meningkat secara signifikan selama dua tahun berturut-turut,” dengan peningkatan sebesar 17 persen menjadi $8,1 miliar, sedikit di belakang Rusia.
Total gabungan pengeluaran lima negara nuklir lainnya, Prancis, India, Israel, Pakistan, dan Korea Utara, berjumlah $11,6 miliar pada tahun lalu.
Penulis laporan tersebut mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam produksi senjata nuklir menerima kontrak baru senilai kurang dari $7,9 miliar pada tahun 2023. Analisis data yang dikumpulkan selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir secara kolektif menghabiskan $387 miliar untuk persenjataan nuklir mereka.
“Ada tren peningkatan yang signifikan dalam jumlah uang yang dicurahkan untuk mengembangkan senjata yang paling tidak manusiawi dan merusak ini selama lima tahun terakhir, dan kini jumlahnya semakin cepat meningkat,” kata Sanders-Zakre. “Semua dana ini tidak meningkatkan keamanan global. Faktanya, ini mengancam orang-orang di mana pun mereka tinggal.”
Para ahli pengendalian senjata menyampaikan keprihatinan ini dan memperingatkan bahaya perlombaan senjata baru ketika negara-negara nuklir membangun persenjataan mereka yang bertentangan dengan semangat Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir. dan teknologi senjata.
Sebuah laporan di majalah Foreign Affairs edisi Mei mengutip kekhawatiran Washington terhadap persenjataan nuklir China yang berkembang pesat. Menurut perkiraan Pentagon, “Di bawah pemerintahan Presiden China Xi Jinping, Beijing berada pada jalur yang tepat untuk mengumpulkan 1.000 hulu ledak nuklir pada tahun 2030, naik dari sekitar 200 hulu ledak nuklir pada tahun 2019.”
Sebuah laporan pada 2023 oleh Komisi Kongres mengenai Postur Strategis Amerika Serikat menegaskan bahwa ekspansi nuklir China harus mendorong para pembuat kebijakan AS untuk “mengevaluasi kembali ukuran dan komposisi kekuatan nuklir AS.”
Komisi tersebut juga menyatakan kegelisahannya atas perilaku Rusia yang semakin agresif, “termasuk pertumbuhan kekuatan nuklirnya yang belum pernah terjadi sebelumnya, diversifikasi dan perluasan sistem nuklirnya, invasi ke Ukraina pada tahun 2014 dan invasi skala penuh berikutnya pada bulan Februari 2022.
Kecemasan dunia internasional mengenai serangan nuklir taktis yang disengaja atau tidak disengaja oleh Rusia terlihat pada akhir pekan lalu pada KTT G7 di Italia dan pada KTT perdamaian Ukraina di Swiss. [ab/ns]
Forum