Tautan-tautan Akses

Laporan PBB: Dalam 10 Tahun, Masyarakat Masih Bias terhadap Perempuan


Pendukung membawa plakat terkait kasus pelecehan seksual di Beijing pada Rabu, 2 Desember 2020. Data pelacakan bias terhadap perempuan menunjukkan tidak ada kemajuan dalam dekade terakhir. (Foto: AP)
Pendukung membawa plakat terkait kasus pelecehan seksual di Beijing pada Rabu, 2 Desember 2020. Data pelacakan bias terhadap perempuan menunjukkan tidak ada kemajuan dalam dekade terakhir. (Foto: AP)

Data pelacakan bias terhadap perempuan menunjukkan tidak ada kemajuan dalam dekade terakhir. Prasangka tetap "tertanam kuat" dalam masyarakat meskipun ada kampanye hak asasi manusia seperti MeToo, kata laporan PBB, Senin (12/6).

Di kalangan laki-laki dan perempuan, "norma sosial gender yang bias lazim di seluruh dunia: hampir 90% orang memiliki setidaknya satu bias" di antara tujuh yang dianalisis oleh Program Pembangunan PBB (UNDP).

Prasangka ini "tersebar luas di kalangan laki-laki dan perempuan, menunjukkan bahwa bias ini kuat tertanam dan memengaruhi baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat yang sama," kata laporan itu.

Seorang pengunjuk rasa membawa tanda dengan tagar Twitter #MeToo yang digunakan oleh orang-orang yang menentang pelecehan seksual, selama pawai perempuan di Seattle, 20 Januari 2018. (Foto: AP)
Seorang pengunjuk rasa membawa tanda dengan tagar Twitter #MeToo yang digunakan oleh orang-orang yang menentang pelecehan seksual, selama pawai perempuan di Seattle, 20 Januari 2018. (Foto: AP)

Badan PBB tersebut memperbarui Indeks Norma Sosial Gender (GSNI). Itu adalah indeks yang memperhitungkan metrik politik, ekonomi, pendidikan, dan integritas fisik dengan menggunakan data dari World Values Survey, proyek internasional yang mempelajari bagaimana nilai dan keyakinan berubah di seluruh dunia. Indeks menunjukkan "tidak ada perbaikan dalam bias terhadap perempuan dalam satu dekade," kata UNDP, "padahal ada kampanye global dan lokal yang kuat untuk hak-hak perempuan" seperti MeToo.

Misalnya, 69% populasi dunia masih percaya bahwa laki-laki bisa menjadi pemimpin politik yang lebih baik daripada perempuan, dan hanya 27% yang percaya bahwa penting bagi demokrasi bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Hampir separuh populasi (46%) percaya bahwa laki-laki lebih berhak atas pekerjaan, dan 43% mengatakan bahwa laki-laki bisa menjadi pemimpin bisnis yang lebih baik. Seperempat dari populasi juga berpendapat bahwa laki-laki boleh memukul istri, dan 28% percaya bahwa universitas lebih penting bagi laki-laki.

Prasangka menciptakan "rintangan" bagi perempuan dan "dimanifestasikan dalam ketiadaan hak-hak perempuan di banyak bagian dunia," kata laporan itu.

"Tanpa menangani norma sosial gender yang bias, kita tidak akan mencapai kesetaraan gender atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," kata laporan tersebut. Kurangnya kemajuan dalam bias gender terjadi sementara PBB juga melaporkan turunnya metrik pembangunan manusia secara umum, khususnya terkait pandemi COVID-19. [ka/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG