Korea Selatan menyebut Korea Utara “musuh kita'' dalam dokumen pertahanan dua tahunannya yang diterbitkan pada Kamis (16/2), menghidupkan kembali label bagi saingannya itu untuk pertama kalinya dalam enam tahun, karena ketegangan memburuk di antara keduanya.
Korea Utara melakukan sejumlah uji coba rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2022, termasuk simulasi serangan nuklir terhadap Korea Selatan. Sebagai tanggapan, pemerintah konservatif Korea Selatan yang dipimpin oleh Presiden Yoon Suk Yeol mengupayakan komitmen keamanan AS yang lebih kuat dan meningkatkan kemampuan militernya sendiri.
Deskripsi Korea Utara dalam buku putih pertahanan Korea Selatan mencerminkan hubungan yang sulit antara kedua Korea. Dokumen-dokumen Korea Selatan masa lalu menyebut Korea Utara sebagai “musuh utamanya”, ''musuh saat ini'' atau “musuh'' pada saat bermusuhan dengan Korea Utara. Tapi, mereka menghindari referensi seperti itu ketika hubungan membaik.
“(Korea Utara) tidak menghentikan program nuklirnya dan terus-menerus memberikan ancaman militer kepada kami, sehingga pemerintah dan militer Korea Utara adalah musuh kita,'' tulis buku putih pertahanan Korea Selatan 2022.
Dokumen tersebut juga mencatat fakta bahwa pada bulan Desember, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyebut Korea Selatan “musuh kita yang tidak diragukan lagi'' dalam sebuah pidato di sebuah pertemuan penting partai yang berkuasa. Dokumen tersebut juga mengutip undang-undang Korea Utara baru yang mengizinkan penggunaan senjata nuklir secara pre-emptive pada berbagai skenario.
Dokumen tersebut mengatakan program dan provokasi nuklir Korea Utara “secara serius mengancam keamanan kami.'' Tujuan utama dari kebijakan pertahanan Korea Selatan, menurut dokumen itu, termasuk bersiap menghadapi ancaman dan potensi invasi dari Korea Utara, menghalangi perang di Semenanjung Korea dan berkontribusi terhadap unifikasi Korea yang damai di masa depan.
Korea Utara tidak segera menanggapi terminologi musuh yang dihidupkan kembali dalam buku putih pertahanan Korea Selatan, meskipun telah mengecam label musuh itu pada masa lalu, dan menyebutnya sebagai provokasi bermusuhan.
Korea Selatan pertama kali menyebut Korea Utara sebagai “musuh utamanya'' pada tahun 1995, setahun setelah Korea Utara mengancam akan mengubah Seoul menjadi “lautan api''— retorika yang telah berulang kali digunakan Korea Utara ketika konfrontasi berkobar dengan Korea Selatan.
Pada tahun 2000-an, Korea Selatan sempat berhenti menggunakan terminologi musuh semacam itu, tetapi menghidupkannya kembali setelah 50 pelaut angkatan laut Korea Selatan tewas akibat serangan torpedo yang diduga dilancarkan Korea Utara pada tahun 2010.
Korea Selatan kembali menghindari penggunaan label musuh ketika dipimpin oleh pendahulu Yoon yang liberal, Moon Jae-in, yang mendukung rekonsiliasi yang lebih besar dengan Korea Utara. [ab/lt]
Forum