Menko Polhukam Mahfud MD bertemu dengan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) di Jakarta, Senin (19/12). Dalam pertemuan tersebut, Tim PPHAM menyampaikan perkembangan terakhir kerja tim yang sedang memfinalisasi draf laporan akhir. Menurut Mahfud, draf tersebut akan dimatangkan kembali dengan diskusi bersama PBNU di Surabaya, Jawa Timur.
"Sekarang sudah sampai pada tahap finalisasi dan pada awal tahun 2023 sudah selesai. Dan hasilnya akan diserahkan kepada presiden," jelas Mahfud MD, Senin (19/12).
Mahfud mengklaim bahwa pembentukan dan kerja yang dilakukan Tim PPHAM sudah benar. Karena itu, ia meminta semua pihak tidak percaya jika keberadaan Tim PPHAM menghapuskan proses yudisial. Menurutnya, proses yudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak dapat dihapus karena perintah undang-undang.
"Jadi tidak boleh meniadakan proses yudisial. Tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejaksaan Agung melengkapi pembuktiannya, karena sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu."
Mahfud juga membantah bahwa Keppres PPHAM untuk menghidupkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kata dia, tidak ada satupun kata PKI di aturan tersebut dan ia menjamin PKI tidak akan boleh hidup di Tanah Air.
Selain itu, Mahfud menjelaskan objek dalam PPHAM sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM, di antaranya adalah umat Islam. Antara lain dukun santet di Jawa Timur dan Tengku Bantaqiyah di Aceh.
Keluarga Korban Menilai Mahfud Berbohong
Keluarga Korban Peristiwa Semanggi 1, Maria Catarina Sumarsih menilai pernyataan yang disampaikan Mahfud MD soal PPHAM tidak menghapus proses yudisial sebagai kebohongan. Ia menilai bunyi Keppres tersebut jelas menyebut mekanisme yang diambil yaitu Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Selain itu, tidak ada penjelasan tentang proses yudisial dalam Keppres PPHAM tersebut.
"Bahkan pada saat Tim PPHAM bertemu keluarga korban itu mengatakan bahwa kalau sudah diselesaikan secara non-yudisial tidak boleh menuntut-nuntut lagi. Termasuk menuntut penyelesaian yudisial," jelas Sumarsih kepada VOA, Senin (19/12) malam.
Sumarsih menambahkan pihaknya akan terus berjuang agar kasus Semanggi 1 dan Semanggi 1 diselesaikan secara yudisial atau pengadilan. Menurutnya, keluarga korban berencana menggelar audiensi dengan sejumlah kementerian lembaga seperti Kemenko Polhukam, Kemenkumham, dan Komnas HAM pada awal tahun depan.
Sumarsih juga menyesalkan sejumlah nama terduga pelanggar HAM yang masuk dalam Tim PPHAM. Menurutnya, langkah tersebut justru menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki komitmen dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
"Jadi ini memang tidak ada jaminan untuk mencegah ketidakberulangan pelanggrn HAM berat. Bagaimana akan mencegah, kalau pelaku tidak dibuat jera dan diadili di meja pengadilan."
Akhir Agustus lalu, Presiden Joko Widodo meneken Keppres tentang pembentukan Tim PPHAM. Tim ini memiliki sejumlah tugas antara lain merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarga korban dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat agar tidak terulang kembali.
Tim yang dipimpin Makarim Wibisono ini memiliki masa kerja Tim PPHAM hingga 31 Desember mendatang, namun dapat diperpanjang dengan Keputusan presiden. [sm/em]
Forum