Pencipta burkini asal Australia mengatakan ia mengalami peningkatan penjualan pakaian renang Muslimah tersebut sejak tiga kota Perancis melarangnya.
Walikota-walikota Cannes, Villeneuve-Loubet dan Sisco di resor pinggir pantai Corsica, memberlakukan larangan tersebut minggu lalu, dengan alasan bahwa burkini melanggar aturan sekularisme Perancis.
"Penjualan kami meningkat dan semakin mereka melarangnya, atau semakin mereka menolaknya, tidak berarti perempuan akan berhenti memakainya," ujar desainer asal Sydney, Aheda Zanetti kepada Reuters.
"Saya kira mereka telah salah paham, ketika kami memproduksi pakaian renang tersebut, itu adalah bagian dari integrasi, bagian dari penggabungan budaya."
Debat soal burkini terutama sensitif di Perancis, tempat cadar atau niqab dan burka dilarang mulai 2010.
Ketegangan antara komunitas telah meningkat menyusul serangan-serangan maut oleh para militan.
Bulan lalu, seorang warga Tunisia menewaskan 85 orang ketika ia menabrakkan truknya ke kerumunan di Nice dan seorang pastor Katolik Roma disembelih di gereja oleh dua orang warga Perancis. Bulan November lalu, 130 orang tewas dalam pemboman dan penembakan di Paris.
Zanetti, yang telah tinggal di Australia selama lebih dari 40 tahun sejak pindah dari Lebanon, merancang burkini tahun 2004 setelah kesulitan menemukan pakaian olahraga yang sesuai untuk perempuan Muslim.
Ia mengatakan dengan menggunakan tudung untuk menutup kepala, bukannya burqa, burkini telah menjadi sebuah pilihan bagi perempuan non-Muslim.
Zanetti memperkirakan bahwa 40 persen dari penjualannya berasal dari perempuan non-Muslim, termasuk para penyintas kanker, ibu-ibu yang tidak ingin memakai pakaian renang terbuka atau perempuan-perempuan yang ingin melindungi kulitnya dari matahari. [hd]