Tautan-tautan Akses

Larangan Perjalanan Trump Pengaruhi Program Anak Asuh


Julie Rajagopal memeluk anak angkatnya yang berumur 16 tahun dan berasal dari Eritrea setelah berfoto di Dolores Park di San Francisco, 14 Juli 2017. Saat datang di bulan Maret, ia termasuk di antara anak-anak angkat dari kalangan pengungsi yang berhasil masuk Amerika. (Foto:dok)
Julie Rajagopal memeluk anak angkatnya yang berumur 16 tahun dan berasal dari Eritrea setelah berfoto di Dolores Park di San Francisco, 14 Juli 2017. Saat datang di bulan Maret, ia termasuk di antara anak-anak angkat dari kalangan pengungsi yang berhasil masuk Amerika. (Foto:dok)

Tianna Rooney sudah membeli sebuah papan berukuran besar yang menurut rencana akan dilambai-lambaikannya ketika menyambut anak pengungsi berusia 16 tahun yang akan diasuh keluargnya ketika tiba di Amerika nanti. Rooney tahu persis kata-kata apa yang akan ditulisnya dalam bahasa asli Eritrea, negara asal anak pengungsi itu.

Tetapi keluarga Rooney masih belum menulis kata-kata apapun di papan poster itu. Tianna dan suaminya – Todd – khawatir tulisan “Selamat Datang di Rumah” akan membuatnya terpukul.

Anak asuh yang mereka nantikan itu adalah bagian kecil dari program yang sudah dijalankan Amerika selama 30 tahun, program khusus bagi anak-anak pengungsi di bawah umur yang tidak memiliki keluarga. Program ini ikut tertunda akibat serangkaian larangan perjalanan baru dan pembatasan perjalanan yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump, dengan alasan demi melawan terorisme.

Dengan memblokir program itu, larangan perjalanan Trump telah membuat nasib lebih dari 100 anak pengungsi yang sudah dipasangkan dengan keluarga asuh mereka, kini terkatung-katung. Tanpa orang tua atau orang dewasa yang merupakan anggota keluarga mereka, anak-anak itu bertahan seorang diri di kamp-kamp pengungsi, sementara orang tua asuh mereka di Amerika berharap putusan pengadilan akan mengijinkan anak-anak itu melanjutkan perjalanan mereka.

Badan pengungsi yang mengurus anak pengungsi yang akan diasuh Rooney kehabisan akal ketika pada Juni lalu Mahkamah Agung memperkuat kebijakan larangan perjalanan yang dikeluarkan Presiden Trump. “Kami mengalami kesedihan yang sangat tak terduga,” ujar Rooney, seorang terapis keluarga berusia 39 tahun dan sekaligus ibu dua anak di Brighton, pinggiran kota Detroit ini. Kini Rooney dan juga puluhan keluarga lain di Amerika hanya bisa menunggu. (em)

XS
SM
MD
LG