Sebagai menteri luar negeri perempuan pertama di Indonesia, Retno Marsudi mengatakan Islam, demokrasi dan pemberdayaan perempuan bisa berjalan bersama.
Sejak serangan teror 11 September 2001 di Amerika, fobia terhadap Islam terangkat ke tingkat global dan Indonesia dengan sigap menawarkan diri sebagai model Islam yang moderat. Hampir 15 tahun kemudian, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia masih mampu memainkan peran itu, dan bahkan lebih jauh lagi.
"Saya kira salah satu kekuatan dan aset diplomasi Indonesia adalah kita adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Pada saat yang sama, Indonesia juga menjadi negara demokrasi ketiga terbesar. Dan ada satu lagi yang menjadi aset kita yaitu pemberdayaan perempuan telah menjadi kebijakan mainstream Indonesia. Ini menarik dan dicermati banyak negara lain, termasuk Amerika," ujarnya.
Ia menambahkan, "Sebagai contoh, dalam kabinet kali ini 25 persen anggotanya adalah perempuan. Saya beri contoh lain dalam diskusi di Wilson Center bahwa dalam rekrutmen diplomat Indonesia dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 50 persen adalah perempuan. Jadi singkatnya, Islam, demokrasi dan pemberdayaan perempuan bisa berjalan bersama dan ini berjalan di Indonesia."
Islam, demokrasi dan pemberdayaan perempuan bisa berjalan bersama dan ini berjalan di Indonesia."
Retno berkunjung ke Amerika untuk beragam isu, termasuk untuk menghadiri sidang tahunan Majelis Umum PBB dalam waktu dekat di New York.
Di Washington, Retno bertemu Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry dan berbicara dalam sejumlah pertemuan, termasuk di forum Wilson Center.
Retno mengatakan budaya toleransi keagamaan adalah tanggung jawab semua negara dan dimulai di tingkat keluarga.
"Yang perlu terus dikembangkan, dan Indonesia tidak berhenti suarakan, adalah budaya toleransi. Setiap orang harus menyadari kita berbeda, menyadari kita harus hidup berdampingan. Oleh karena itu budaya toleransi harus terus dikembangkan dan Indonesia siap memainkan peran penting dalam menyuburkan kultur seperti itu," ujarnya.
Ia mengatakan, "Ini adalah tanggung jawab setiap negara, masyarakat, keluarga. Dari keluarga akan bagus jika kultur itu ditumbuhkan dari awal. Lewat edukasi, sebuah sistem yang pro-toleransi, lalu naik ke masyarakat dan lalu ke pemerintah. Kalau semua elemen melakukan tugas itu, saya kira itu akan sangat berkontribusi terhadap upaya menjaga keamanan dan perdamaian dunia."
Retno menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo baru-baru ini berkunjung ke Timur Tengah, termasuk untuk meminta Organisasi Kerjasama Islam (OKI) agar lebih lantang menyuarakan Islam sebagai negara yang damai. Terutama pada masa-masa sekarang, kata Retno.
"Kita baru-baru ini mengusulkan pembentukan satu contact group yang intinya untuk menyuarakan Islam yang rahmatan al amin. Kemudian kita juga bicara tentang penyelesaian konflik. Ini diterima sekjen OKI dan konsep ini sudah diedarkan ke negara-negara OKI. Lewat contact ini, kami akan berusaha mengembangkan budaya toleransi," jelasnya.
"Banyak negara yang sudah bekerjasama dengan Indonesia mengembangkan dialog antar keyakinan. Saya rasa setiap negara, setiap pemerintah memiliki keinginan yang sama untuk mengembangkan kultur yang toleran," katanya menutup wawancara dengan VOA. [dw]