Tautan-tautan Akses

Lebanon Kembali Jadi Pusat Kekacauan di Timur Tengah


Seorang perempuan memegang sepotong roti sementara yang lain menunggu untuk menyeberang ke Lebanon dari Suriah, di perbatasan Masnaa, Suriah, 12 Desember 2024. (Amr Alfiky/REUTERS)
Seorang perempuan memegang sepotong roti sementara yang lain menunggu untuk menyeberang ke Lebanon dari Suriah, di perbatasan Masnaa, Suriah, 12 Desember 2024. (Amr Alfiky/REUTERS)

Pada tahun 2024 ini penataan ulang keseimbangan kekuatan di Timur Tengah, dan Lebanon sekali lagi menjadi pusat perhatian ketika Israel melancarkan serangan udara besar-besaran sebagai tanggapan terhadap serangan Hizbullah. Serangan itu menghancurkan sebagian besar wilayah Lebanon.

Gencatan senjata yang rapuh pada bulan November lalu telah meredakan serangan itu, setidaknya untuk sementara waktu. Namun pergantian rezim di Suriah berpotensi memicu terjadinya lebih banyak ketidakstabilan pada tahun 2025 mendatang.

Mengikuti standar Lebanon sekali pun, tahun 2024 merupakan tahun yang penuh gejolak. Perang antara Hizbullah dan Israel melanda negara ini setelah memanas di sepanjang perbatasan selama hampir satu tahun.

Pemimpin Hizbullah yang kuat dan karismatik, Hassan Nasrallah, terbunuh bersama sebagian besar pemimpin senior kelompok itu. Hizbullah, yang pernah menjadi kekuatan politik utama di Lebanon dan sekutu setia Iran, terguncang dan akhirnya menyetujui gencatan senjata dengan sejumlah persyaratan pada akhir November lalu.

Wakil Presiden Middle East Institute Bidang Keterlibatan Internasional, Paul Salem, mengatakan, “Saya kira Iran dan apa yang tersisa dari Hizbullah telah memperhitungkan bahwa mereka membutuhkan de-eskalasi. Mereka membutuhkan ketenangan dan stabilitas selama beberapa tahun untuk memikirkan jalan ke depan bagi Iran dan bagi diri mereka sendiri, juga bagi strategi membangun kembali Hizbullah.”

Namun, ketenangan dan stabilitas tidak mudah terselenggara. Hanya beberapa jam setelah diberlakukannya gencatan senjata pada 27 November lalu, para pemberontak di Suriah melancarkan serangan berskala besar yang dalam waktu dua minggu berhasil menggulingkan rezim Bashar Al Assad yang berkuasa lebih dari 50 tahun dan telah membiarkan terjadinya perang saudara selama lebih dari 13 tahun.

Hizbullah telah memainkan peran penting dalam mempertahankan kekuasaan Assad.

Direktur Riset di Alternative Police Institute, Nizar Ghanem mengatakan, “Dalam perang dimana semua variabel ini berperan, kita memahami sepenuhnya bahwa sebagaimana halnya kekuatan apa pun di Suriah, mereka baru saja diberi kesempatan. Hizbullah telah diturunkan peringkatnya, Iran sedang berjuang, Rusia sedang berperang di Ukraina. Ini adalah waktu yang tepat untuk bergerak.”

Jatuhnya Assad telah memutus rute pasokan antara Iran dan Hizbullah yang memang sudah melemah. Seiring dengan kondisi gencatan senjata yang mengharuskan Hizbullah mundur dari perbatasan Israel, para analis melihat adanya peluang bagi Lebanon.

“Lebanon Selatan tidak lagi memiliki fungsi militer strategis bagi Iran, dan hal itu merupakan berkah bagi Lebanon karena berarti mereka tidak akan menanamkan investasi dalam bentuk penempatan militer dalam jumlah besar di Lebanon Selatan,” lanjut Paul Salem.

Seperti biasa, ada keseimbangan yang harus dicapai. Hizbullah telah menjadi pemain regional utama selama beberapa dekade dan berhasil mempertahankan konstituen sipil yang besar dan setia di Lebanon. Jika Hizbullah bubar maka akan meninggalkan vakum yang berbahaya.

“Jika kita akan memukul telak Hizbullah sebagaimana Baath di Irak, kita akan melihat perang tanpa akhir di wilayah itu, di mana bom-bom mobil akan meluncur dari Baghdad hingga ke Yerusalem. Lebanon sendiri akan hancur berantakan,” jelas Nizar Ghanem.

Berbagai peristiwa yang terjadi di seluruh wilayah dengan sangat cepat, membuat Lebanon menghadapi ketidakpastian besar pada tahun 2025, sementara rakyatnya bersiap-siap menghadapi tahun-tahun yang diliputi kekerasan. [em/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG