Analis data LaporCovid-19 Said Fariz Hibban mengatakan sebanyak 2.313 pasien COVID-19 di Tanah Air meninggal saat melakukan isolasi mandiri. Dari jumlah tersebut, 1.214 orang berasal dari DKI Jakarta, di mana 403 diantara mereka berdomisili di wilayah Jakarta Timur.
Said menjelaskan, data tersebut j diperoleh dari para kontributor LaporCovid-19 di lapangan secara personal,berbagai lembaga terkait, laporan langsung masyarakat, dani media sosial, selama kurun waktu Juni hingga 21 Juli.
Menurut catatan mereka, Klaten menjadi kabupaten yang menyumbang jumlah kematian terbanyak saat isolasi mandiri, yakni 99 jiwa.
“Enam provinsi utama (angka kematian tertinggi COVID-19 di luar faskes) adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur dan Banten sebagai provinsi yang mempunyai angka relatif besar dibandingkan provinsi lain, namun angka ini adalah bukan angka yang sebenarnya. Tentu akan jauh lebih banyak lagi, yang belum kami temukan,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (22/7).
Sejauh ini, katanya, LaporCovid-19 sudah mendeteksi kematian pasien COVID-19 di luar rumah sakit di sedikitnya 16 provinsi dan 78 kabupaten/kota.
Edukasi Masyarakat
Dalam kesempatan yang sama, ketua bersama LaporCovid-19 Ahmad Arif menjelaskan selain fasilitas kesehatan yang penuh, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan angka kematian pasien isoman di luar rumah sakit cukup tinggi pada saat ini. Diantaranya, banyak masyarakat terutama yang tinggal di wilayah pedesaan minim pengetahuan dan masih banyak yang percaya pada berita bohong atau hoaks terkait pandemi COVID-19.
“Kita masih ingat di media sosial ada pesan bahwa yang meninggal itu hanya yang di rumah sakit saja, karena di COVID-kan. Dan ini juga memiliki implikasi yang serius karena di lapangan terutama di daerah sub-urban dan di rural banyak orang yang sengaja menghindari fasilitas kesehatan dan walaupun sudah dengan gejala COVID-19 dan akhirnya meninggal dan ini cukup signifikan. Jadi kita ingin menunjukkan bahwa ini ada persoalan sosial dan pengetahuan yang harus kita hadapi, dan harus diantisipasi,” ungkap Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad berharap pemerintah daerah bisa lebih transparan dalam menginformasikan data terkait COVID-19 kepada publik, sehingga data tersebut bisa menjadi acuan atau pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam mengatasi pandemi ini.
“Data yang kami kumpulkan adalah fenomena puncak gunung es, kematian orang yang di luar fasilitas kesehatan, kami menduga jaga lebih tinggi. Ketika tadi disinggung Jakarta seolah-olah menjadi yang tertinggi kematian saat isoman itu karena Jakarta kebetulan kooperatif, sangat mendukung kami dalam memberikan data. Ini bukan berarti kematian isoman di Jakarta paling tinggi, bisa jadi daerah lain lebih tinggi cuma karena memang data yang kami dapatkan di Jakarta ini bisa dibilang sudah mendekati riil karena ini data official juga dan data yang dilaporkan berbasis pemakaman prokes COVID-19 yang dilakukan di Jakarta,” jelasnya.
Sampai detik ini, pihaknya masih menemukan data terkait COVID-19 yang belum dilaporkan oleh kabupaten/kota kepada publik atau kepada Kementerian Kesehatan. Ia mencontohkan kota Malang pada 19-20 Juli angka kematian dilaporkan nol. Kemudian baru ada laporan angka kematian pada 21 Juli bahwa tiga orang meninggal dunia.
Padahal, berdasarkan data yang diterimanya dari tim pemakaman jenazah di daerah tersebut , sebanyak 26 jenazah dimakamkan dengan protokol COVID-19, di mana sembilan diantara mereka meninggal saat melakukan isolasi mandiri.
Agar tidak semakin banyak pasien COVID-19 yang meninggal di luar rumah sakit, pihak LaporCovid-19 merekomendasikan pemerintah untuk memperbanyak sarana dan prasarana untuk mendukung pengendalian pandemi COVID-19 seperti tempat isolasi terpusat terutama di wilayah-wilayah pedesaan atau pinggiran kota, agar pasien-pasien dapat diawasi dan ditangani dengan baik.
“Pentingnya proses pendataan, pemantauan, dan dukungan bagi pasien isoman dan tentunya juga pentingnya transparansi data kematian disampaikan kepada masyarakat sehingga bisa menjadi media edukasi bagi masyarakat atau pasien yang sedang menjalani isoman termasuk apa yang harus dilakukan,” tuturnya.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk membangun koordinasi dan komunikasi yang baik mulai dari level pemerintahan terkecil di tengah-tengah masyarakat seperti di tingkat RT/RW. Menurutnya, hal ini penting agar pasien-pasien COVID-19, terutama yang sedang melakukan isolasi mandiri bisa ditangani secara cepat, dan dapat diawasi sampai sembuh sehingga angka kematian bisa ditekan secara signifikan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Lies Dwi Oktaviani mengajak kepada semua masyarakat untuk pro aktif melapor kepada pihak-pihak terkait ketika terpapar virus corona. Hal ini penting untuk dilakukan, agar pasien-pasien tersebut dapat dengan segera ditangani dan mendapatkan perawatan yang tepat.
“Bagaimana kita bisa mengurangi risiko orang yang meninggal saat isoman. Ini sudah kita tekankan kepada warga bahwa untuk isoman harus melaporkan kepada satgas setempat kemudian juga di satu sisi satgas RT/RW sampai lurah juga harus tahu ada warganya yang sedang isoman, supaya bisa kita penuhi dukungannya baik kesehatan, maupun dukungan kebutuhan hidup sehari-hari,” ungkap Lies.
Pihak Pemprov DKI, ujarnya sampai detik ini juga selalu berusaha agar pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat bisa memperoleh kesempatan untuk dirawat di rumah sakit.
“Dan kemudian tentu saja kita berharap orang yang berindikasi medis untuk bisa dirawat di rumah sakit bisa mendapatkan kesempatan dirawat, ini memang PR (pekerjaan rumah) sama-sama,” pungkasnya. [gi/ab]