Lima puluh tahun yang lalu, anggota parlemen Amerika Serikat meloloskan UU Hak untuk Memilih yang ditandatangani oleh Presiden AS Lyndon Johnson. UU ini melarang diskriminasi rasial dalam pemilu dan memberikan perlindungan dari pemerintah federal yang memungkinkan jutaan orang kulit hitam di banyak tempat di Amerika Serikat bagian selatan untuk menggunakan hak mereka untuk memilih. UU tersebut diloloskan setelah aksi protes, kerusuhan sipil dan pertumpahan darah yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Hukum ini secara luas dianggap sebagai bagian yang paling efektif dalam perundang-undangan hak-hak sipil yang pernah berlaku di Amerika Serikat.
"Kami tidak akan berhenti hingga semua warga Amerika dari ras, warna dan asal mereka di negara ini, memiliki hak yang sama seperti yang lainnya, untuk ikut serta dalam proses demokrasi," kata Presiden Lyndon Johnson.
UU Hak untuk Memilih mencabut larangan di TPS-TPS di negara-negara bagian Selatan AS yang mendiskriminasi secara rasial para pemilih berkulit hitam. UU ini juga sejalan dengan amandemen ke-15 Konstitusi Amerika Serikat, yang memberi hak untuk memilih bagi warga Amerika keturunan Afrika.
" UU [Hak Memilih] 1965 ini memberikan kebebasan bagi banyak orang," kata John Lewis, seorang anggota Kongres AS.
Lewis hampir tewas saat berbaris dalam sebuah pawai untuk menuntut hak memilih di Selma, Alabama pada tahun 1965. Konfrontasi yang diwarnai kekerasan, di mana polisi menyerang aksi damai para demonstran, memicu protes dalam skala nasional dan mendorong ditetapkannya Undang-Undang Hak Memilih.
"Itu setimpal dengan penderitaan begitu banyak orang. Itu setimpal dengan darah yang diberikan sebagian dari kita," katanya.
Profesor ilmu politik Andra Gillespie mengatakan upaya dalam skala besar dari pemerintah dilangsungkan untuk mendaftar para pemilih berkulit hitam.
"Tingkat suara di kalangan warga Amerika keturunan Afrika naik dengan tajam di akhir dekade 1960an dan di awal 1970an. Jadi ada tempat-tempat di berbagai negara bagian Selatan AS, di mana ratusan bahkan ribuan orang kulit hitam bisa memilih," kata Gillespie.
Para pemimpin warga kulit hitam mengatakan pengorbanan demi hak memilih harus dirayakan dan jangan pernah dilupakan.
"Saya bangga bahwa kita tidak lagi berada di tengah-tengah masyarakat di mana saya mungkin dapat diserang dan dipukuli seperti John Lewis dulu. Ia telah berkorban bagi saya. Jangan sia-siakan darah yang tumpah dengan berpura-pura bahwa penderitaannya tidak berarti apa-apa," kata Leo Smith dari Partai Republik di Georgia.
Lima puluh tahun kemudian mantan Walikota Atlanta Shirley Franklin mengingat bagaimana UU Hak Memilih tahun 1965 telah memberinya kesempatan untuk memangku jabatannya.
"Untungnya orang lain melihat sesuatu dalam diri saya yang saya tidak lihat dalam diri saya. Mereka mendorong saya untuk melakukan sesuatu yang tidak biasanya akan saya lakukan dan mencalonkan diri. Misi saya sejak saat itu adalah mendorong orang untuk melakukan hal yang sama," kata Franklin.
Para analis mengatakan UU Hak untuk Memilih merupakan kemenangan bagi bangsa Aermika dengan menjadikan salah satu instrumen terpenting dalam demokrasi - suara untuk memilih - sesuatu yang adil dan merata.