Tempat tidur rumah sakit di Jakarta terisi dengan cepat. Jakarta adalah salah satu dari tiga kota di Indonesia yang mengalami lonjakan kasus baru COVID-19, sejak hari raya Idul Fitri, pada pertengahan Mei. Penyebaran varian delta kemungkinan menjadi penyebabnya, kata Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, “Beberapa daerah seperti Kudus kemudian DKI Jakarta dan juga di Bangkalan memang sudah terkonfirmasi varian delta atau B 1617.2 atau juga varian dari India mendominasi.”
Kasus COVID-19 di Indonesia hampir menyentuh angka 2 juta kasus. Untuk memperlambat penyebaran, Presiden Joko Widodo meminta otoritas kesehatan mempercepat vaksinasi hingga 1 juta dosis per hari, pada juli mendatang. Tetapi progresnya berjalan lambat. Target sebelumnya dari 40 juta warga yang divaksinasi, pada bulan Juli kemungkinan tidak akan tercapai.
Menurut data Satgas penanganan COVID-19, hingga pertengahan Juni baru kurang dari 12 juta orang di Indonesia telah divaksinasi lengkap. Vaksinasi bagi kelompok lanjut usia menjadi salah satu tantangannya. Dari 21,5 juta lansia yang menjadi target vaksinasi, baru tercapai 3,8 juta atau sekitar 18 persen.
Siti Nadia Tarmizi, juru bicara pemerintah untuk Vaksinasi COVID-19 menjelaskan, “Memang ada beberapa kendala yang kita hadapi, yang pertama adalah belum semua lansia mau divaksin, karena ternyata tidak mudah mengajak lansia untuk divaksin ya.. karena mereka mungkin membaca ada efek samping, atau komorbid.”
Pada bulan Juni pemerintah memulai program vaksinasi kepada warga usia 18 tahun ke atas. Targetnya 7,5 juta orang di Jakarta divaksinasi pada akhir agustus, yang menurut pemerintah cukup untuk mencapai kekebalan kelompok di Jakarta. Untuk saat ini, pembatasan aktivitas publik secara nasional tetap berlaku, tetapi tidak ada rencana untuk pembatasan yang lebih ketat seperti lockdown, seperti yang lakukan negara tetangga Malaysia.
Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 mengatakan, “PPKM Mikro adalah kebijakan yang dibuat untuk mengendalikan kasus COVID-19 di hulu atau akar masalah yaitu komunitas secara lebih tepat sasaran.”
Tetapi apakah langkah-langkah ini cukup? Seperti dilansir oleh Reuters, dua penelitian terbaru di Indonesia mengungkapkan bahwa COVID-19 jauh lebih luas dari perkiraan resmi. Satu studi skala besar yang dilakukan antara desember 2020 dan januari 2021 yang melihat seroprevalensi atau keberadaan antibodi menunjukkan bahwa 15 persen orang Indonesia sudah memiliki COVID-19. Bandingkan dengan angka dikeluarkan pemerintah pada bulan Januari, yang mencapai 0,4 persen.
Kurangnya pengujian yang membuat kasus tidak terdeteksi, mungkin menjadi penyebabnya, menurut seorang ahli epidemiologi.
Pandu Riono, epidemiolog Universitas Indonesia mengatakan, “Kalo angka (hasil studi) dibandingkan dengan angka Satgas atau pemerintah ya sudah pasti lebih rendah angka yang di Satgas/pemerintah, karena itu kan tergantung (jumlah) testing. Kalo testingnya rendah ya (pasti) rendah hasilnya. Jadi itu tidak comparable, tidak bisa dipakai untuk membandingkan, tapi itu juga bisa mengindikasikan bahwa testing kita belum mampu mengidentifikasi sebagian besar penularan.”
Pihak berwenang memperkirakan kasus akan memuncak pada akhir juni. Dengan varian delta yang menyebar dengan cepat, para ahli mendesak pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan vaksin, tetapi juga meningkatkan pengujian, penelusuran, dan memberlakukan pembatasan mobilitas yang lebih ketat pada warganya. [au/gi]