Mahkamah Agung AS telah menghindari penetapan keputusan penting mengenai sejauh mana perguruan tinggi dapat mempertimbangkan identitas rasial untuk penerimaan mahasiswa.
Pengadilan tinggi itu malah memutuskan Senin, dengan suara 7-1, untuk mengirim kasus yang melibatkan seorang mahasiswa kulit putih yang ditolak masuk ke Universitas Texas itu kembali ke pengadilan lebih rendah untuk pertimbangan lebih lanjut.
Para hakim agung Amerika mengatakan penolakan universitas terhadap mahasiswa itu perlu "pemeriksaan yang ketat" dan bahwa pengadilan yang lebih rendah belum memeriksa tindakan universitas itu secara memadai.
Pertimbangan identitas ras pelamar ke perguruan tinggi AS telah terbukti kontroversial dalam beberapa tahun terakhir.
Sekolah bergengsi sering berusaha untuk meragamkan ras mahasiswa mereka secara keseluruhan dengan menerima siswa dari berbagai latar belakang ras dan etnis. Tapi tindakan itu terkadang menimbulkan sengketa hukum. Mereka yang ditolak, sering berkulit putih, yakin bahwa siswa dengan kualifikasi akademik yang lebih rendah diterima karena ras mereka.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung sebelumnya, sekolah boleh menggunakan ras sebagai salah satu dari sejumlah "faktor plus" dalam penerimaan mahasiswa. Pemohon yang ditolak di Texas, Abigail Fisher, menyatakan bahwa perguruan tinggi seharusnya tidak boleh menggunakan pertimbangan ras karena melanggar konsep kesetaraan berdasarkan Konstitusi AS.
Mahkamah Agung diperkirakan akan memutuskan kasus penting lainnya pada hari Selasa, mungkin melibatkan pernikahan sesama jenis dan hak memilih bagi ras minoritas.
Pengadilan tinggi itu malah memutuskan Senin, dengan suara 7-1, untuk mengirim kasus yang melibatkan seorang mahasiswa kulit putih yang ditolak masuk ke Universitas Texas itu kembali ke pengadilan lebih rendah untuk pertimbangan lebih lanjut.
Para hakim agung Amerika mengatakan penolakan universitas terhadap mahasiswa itu perlu "pemeriksaan yang ketat" dan bahwa pengadilan yang lebih rendah belum memeriksa tindakan universitas itu secara memadai.
Pertimbangan identitas ras pelamar ke perguruan tinggi AS telah terbukti kontroversial dalam beberapa tahun terakhir.
Sekolah bergengsi sering berusaha untuk meragamkan ras mahasiswa mereka secara keseluruhan dengan menerima siswa dari berbagai latar belakang ras dan etnis. Tapi tindakan itu terkadang menimbulkan sengketa hukum. Mereka yang ditolak, sering berkulit putih, yakin bahwa siswa dengan kualifikasi akademik yang lebih rendah diterima karena ras mereka.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung sebelumnya, sekolah boleh menggunakan ras sebagai salah satu dari sejumlah "faktor plus" dalam penerimaan mahasiswa. Pemohon yang ditolak di Texas, Abigail Fisher, menyatakan bahwa perguruan tinggi seharusnya tidak boleh menggunakan pertimbangan ras karena melanggar konsep kesetaraan berdasarkan Konstitusi AS.
Mahkamah Agung diperkirakan akan memutuskan kasus penting lainnya pada hari Selasa, mungkin melibatkan pernikahan sesama jenis dan hak memilih bagi ras minoritas.
