Pemerintah Indonesia ingin mempercepat pembahasan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa dan menyelesaikan kajian perdagangan dengan AS dalam waktu satu bulan.
Dilansir Reuters, Presiden Joko Widodo mengatakan sudah menetapkan target untuk wamen agar menyelesaikan negosiasi perdagangan bebas dengan 14-15 negara, terutama dengan Uni Eropa. Jokowi mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers hari ini, Jumat (25/10), untuk memperkenalkan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar. Mahendra ditugaskan untuk menjalankan “Diplomasi Ekonomi.”
Indonesia sudah melakukan perundingan perjanjian perdagangan bebas dan investasi dengan Uni Eropa sejak 2016. Namun hubungan kedua belah pihak menjadi tegang setelah Komisi Eropa memutuskan untuk melarang penggunaan minyak sawit sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk transportasi pada 2030 dan penerapan bea masuk antisubsidi untuk ekspor biodiesel Indonesia.
Mahendra mengatakan Jokowi memintanya untuk memastikan agar Indonesia bisa mempertahankan status perdagangan khusus dengan AS, atau yang dikenal dengan Generalized System of Preferences (GSP). Dengan GSP, Indonesia memperoleh potongan tarif atas barang-barang ekspor senilai AS$2 miliar.
Tahun lalu, Kantor Perwakilan Perdagangan AS mengatakan pihaknya sedang mengkaji status kelayakan fasilitas GSP untuk Indonesia, India, dan Kazakhstan. Hal itu didasarkan kepada kekhawatiran apakah ketiga negara tersebut memenuhi kriteria layanan dan investasi. AS mencabut fasilitas GSP untuk India pada Juni lalu.
Memperoleh perpanjangan fasilitas GSP “akan memberikan dampak besar yang bisa meningkatkan nilai perdagangan Indonesia dan Amerika dua kali lipat,” kata Mahendra yang awal tahun ini pindah ke Washington DC untuk mengemban tugas sebagai Duta Besar RI untuk AS.
Washington sudah memberikan beberapa permintaan kepada Indonesia jika ingin tetap mempertahankan status GSP. Sebagian besar sudah dipenuhi, termasuk melonggarkan aturan tentang penyimpanan data.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross akan mengunjungi Jakarta bulan depan. [ft]