Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Tommy Soeharto masih menyewakan aset jaminan BLBI kepada pihak lain.
Karena itu, kata dia, Satgas BLBI telah mengirim tim dan aparat untuk menyita aset jaminan BLBI dari Tommy Soeharto berupa tanah seluas 124 hektare di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Menurutnya, aset tersebut akan segera diubah kepemilikannya atas nama negara.
"Kita sudah punya skema tentang siapa dan kapan akan disita barangnya dan ditagih utangnya. Jadi ini sekarang sudah mulai dari Lippo yang 5 juta hektar lebih di 4 kota itu. Sekarang Tommy dan masih banyak lainnya," jelas Mahfud dalam keterangan daring pada Jumat (5/11/2021).
Mahfud menambahkan jadwal penyitaan dan penagihan sesuai dengan jadwal yang diberikan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pemerintah sudah tidak mau lagi melakukan negosiasi dengan para obligor dan debitur dalam kasus BLBI. Ia beralasan pengembalian uang BLBI ini sudah berlangsung 22 tahun karena para obligor dan debitur terus melakukan negosiasi setiap pergantian pejabat atau menteri.
"Ini sudah 22 tahun tidak boleh begitu lagi. Tidak ada nego lagi sekarang. Datang saja ke kantor dan jelaskan kalau sudah ada bukti lunas dan sah ya kita nyatakan lunas," tambah Mahfud.
Mahfud meminta para obligor dan debitur BLBI tidak menjual atau menyewakan aset BLBI seperti yang dilakukan Tommy Soeharto.
Tenggat penyitaan
Menanggapi penyitaan itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendorong pemerintah untuk mengungkap tenggat penyitaan dan penagihan para obligor dan debitur BLBI. Tujuannya agar publik dapat ikut mengawasi proses ini sehingga lebih transparan.
“Semestinya itu bisa dilakukan cepat karena seluruh data aset tersebut sudah ada semua di tangan Satgas BLBI,” tutur Kurnia kepada VOA, Sabtu (6/11/2021).
Kurnia menambahkan Satgas BLBI semestinya juga dapat langsung menyita aset-aset jaminan BLBI milik para obligor dan debitur yang tidak kooperatif. Namun, ia mengusulkan pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana untuk memudahkan kinerja Satgas BLBI.
“Tapi sayangnya itu tidak masuk sebagai Prolegnas Prioritas 2021 karena itu proses ini akan berdampak Panjang,” tambah Kurnia.
Satgas hak tagih BLBI
Awal April lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Total aset BLBI yang dapat dikembalikan ke negara mencapai lebih dari seratus triliun. Aset tersebut antara lain berupa jaminan deposito, sertifikat tanah, dan sertifikat barang.
Satgas kemudian mulai melakukan penyitaan aset tanah milik obligor dan debitur BLBI seluas lebih dari 5 hektar pada Agustus 2021. Aset tersebut tersebar di sejumlah wilayah antara lain Medan, Pekan Baru, Bogor, dan Tangerang. Penyitaan ditandai dengan pemasangan papan nama aset negara yang disertai nama sejumlah kementerian lembaga.
Pemerintah berharap papan nama dengan tanda kementerian lembaga tersebut akan membuat gentar pihak-pihak yang ingin menggunakan aset negara secara tidak sah. Ia menuturkan aset-aset ini merupakan kompensasi dari obligor dan debitur BLBI yang selama 22 tahun ini tidak dikuasai negara. Pemerintah juga mengancam akan mengumumkan nama obligor dan debitur jika tiga kali tidak memenuhi panggilan Satgas BLBI. [sm/ab]