BANGKOK —
Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak hari Rabu mengumumkan pembubaran parlemen yang sudah lama ditunggu-tunggu, dalam siaran langsung di televisi.
Ia menjanjikan pemilu yang adil dan transparan, dan mendesak seluruh warga Malaysia agar berdoa bagi pemilu yang damai. “Saya ingin mengatakan dan memberi jaminan kepada semua warga Malaysia serta semua partai oposisi bahwa jika ada perubahan kekuasaan, apakah di tingkat negara bagian atau di pemerintahan pusat, perubahan itu akan berlangsung damai,” ujarnya.
Meski ada seruan untuk mengadakan pemilu yang adil, transparan, dan damai, ada kekhawatiran pemilu itu akan dicemari kekerasan politik dan ketidakberesan.
Partai Perdana Menteri Razak, United Malays National Organization (UMNO), telah mendominasi politik Malaysia sejak merdeka dari Inggris, 50 tahun lalu.
Tetapi, kekuasaan partai itu terus melemah dari tahun ke tahun, di tengah meningkatnya tentangan dan tuduhan adanya koncoisme dan korupsi.
Dalam pemilu 2008, koalisi yang berkuasa, Barisan Nasional, kehilangan dua pertiga mayoritas kursi di parlemen.
Clive Kessler, guru besar pada Universitas New South Wales di Sydney dan sejak lama pemerhati masalah Malaysia, mengatakan, hasil pemilu tahun ini akan sangat penting. “Pemilu ini mungkin merupakan pemilu yang akan lebih menentukan daripada sebelumnya di Malaysia karena mungkin akan berlangsung lebih ketat dan persaingannya juga jauh lebih kuat. Sangat besar sekali kemungkinannya, banyak orang tidak senang dengan hasilnya,” paparnya.
Mantan Wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim memimpin koalisi partai-partai oposisi yang longgar, menantang pemerintah.
Namun, para aktivis mengatakan pemilu itu memang sudah tidak bebas dan adil. Mereka mengatakan, partai-partai pemerintah berminggu-minggu sebelumnya sudah memulai kampanye, dengan memasang bendera-bendera dan poster.
Mereka juga mengeluh daftar pemilih masih dipenuhi nama-nama pemberi suara yang meragukan, termasuk orang yang sudah meninggal dan pendaftaran ganda.
Maria Chin Abdullah, juru bicara Bersih 2.0, koalisi kelompok-kelompok aktivis yang dibentuk kembali untuk mendesakkan reformasi pemilu, mengatakan Bersih akan mengirim para pengamat ke TPS-TPS, namun mereka mengkhawatirkan terjadinya kekerasan politik.
Ia menjanjikan pemilu yang adil dan transparan, dan mendesak seluruh warga Malaysia agar berdoa bagi pemilu yang damai. “Saya ingin mengatakan dan memberi jaminan kepada semua warga Malaysia serta semua partai oposisi bahwa jika ada perubahan kekuasaan, apakah di tingkat negara bagian atau di pemerintahan pusat, perubahan itu akan berlangsung damai,” ujarnya.
Meski ada seruan untuk mengadakan pemilu yang adil, transparan, dan damai, ada kekhawatiran pemilu itu akan dicemari kekerasan politik dan ketidakberesan.
Partai Perdana Menteri Razak, United Malays National Organization (UMNO), telah mendominasi politik Malaysia sejak merdeka dari Inggris, 50 tahun lalu.
Tetapi, kekuasaan partai itu terus melemah dari tahun ke tahun, di tengah meningkatnya tentangan dan tuduhan adanya koncoisme dan korupsi.
Dalam pemilu 2008, koalisi yang berkuasa, Barisan Nasional, kehilangan dua pertiga mayoritas kursi di parlemen.
Clive Kessler, guru besar pada Universitas New South Wales di Sydney dan sejak lama pemerhati masalah Malaysia, mengatakan, hasil pemilu tahun ini akan sangat penting. “Pemilu ini mungkin merupakan pemilu yang akan lebih menentukan daripada sebelumnya di Malaysia karena mungkin akan berlangsung lebih ketat dan persaingannya juga jauh lebih kuat. Sangat besar sekali kemungkinannya, banyak orang tidak senang dengan hasilnya,” paparnya.
Mantan Wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim memimpin koalisi partai-partai oposisi yang longgar, menantang pemerintah.
Namun, para aktivis mengatakan pemilu itu memang sudah tidak bebas dan adil. Mereka mengatakan, partai-partai pemerintah berminggu-minggu sebelumnya sudah memulai kampanye, dengan memasang bendera-bendera dan poster.
Mereka juga mengeluh daftar pemilih masih dipenuhi nama-nama pemberi suara yang meragukan, termasuk orang yang sudah meninggal dan pendaftaran ganda.
Maria Chin Abdullah, juru bicara Bersih 2.0, koalisi kelompok-kelompok aktivis yang dibentuk kembali untuk mendesakkan reformasi pemilu, mengatakan Bersih akan mengirim para pengamat ke TPS-TPS, namun mereka mengkhawatirkan terjadinya kekerasan politik.