LONDON —
Sebuah laporan dari lembaga amal Inggris, Save the Children, mengatakan bahwa seperempat anak-anak di dunia tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah karena malnutrisi kronis.
Lembaga itu mengatakan bahwa mengatasi malnutrisi harus menjadi salah satu prioritas pertemuan para pemimpin negara-negara G8 bulan depan di Irlandia utara.
Sebuah laporan yang diterbitkan Selasa (28/5) mengatakan bahwa anak berusia delapan tahun yang terhambat pertumbuhannya hampir 20 persen lebih mungkin untuk sulit membaca kalimat-kalimat sederhana dibandingkan mereka yang berusia sama dan memiliki gizi yang baik.
"Mereka yang kurang gizi secara konsisten memiliki nilai ujian matematika yang lebih rendah dan lebih sulit membaca kalimat sederhana pada usia delapan tahun. Selanjutnya, hal itu mempengaruhi kepercayaan diri, aspirasi karir dan akhirnya kemampuan mereka menghasilkan uang," ujar David McNair, kepala pertumbuhan, ekuitas dan mata pencaharian di Save the Children UK.
Laporan itu didasarkan pada studi internasional, Young Lives, yang dipimpin oleh sebuah tim dari University of Oxford. Ribuan anak-anak terlibat dalam riset ini, yang mencakup Ethiopia, India, Peru, dan Vietnam.
Laporan itu menyebutkan bahwa periode mulai kehamilan sampai anak berusia dua tahun adalah waktu kritis bagi perkembangan otak. Jika perempuan yang hamil atau menyusui dan bayi tidak memiliki akses terhadap gizi yang benar, perkembangan otak dan kinerja kognitifnya dapat terganggu.
McNair mengatakan bahwa dampak malnutrisi jauh melampaui biologi otak.
"Ada bukti menarik mengenai rangsangan yang mereka terima. Karena anak-anak yang kurang gizi terlihat lebih kecil, orangtua dan pengasuh mereka cenderung memperlakukan mereka seolah-olah mereka lebih muda dari yang sebenarnya. Sehingga mereka tidak mendapat rangsangan yang benar dan otak-otak mereka tidak berkembang sebagai akibat kurangnya stimulus tersebut," ujarnya.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa dampak malnutrisi pada anak memberi ancaman besar bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang di banyak negara berkembang.
Data dari PBB menyebutkan bahwa tahun lalu, hampir 50 tahun anak-anak berusia di bawah lima tahun di Asia selatan dan 40 persen anak balita di Afrika sub-Sahara terhambat pertumbuhannya, atau terlalu pendek untuk anak seusianya, akibat gizi buruk.
Save the Children memperkirakan bahwa anak-anak yang kurang gizi saat mereka dewasa mendapat penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang seusia namun bergizi baik, membuat ekonomi global harus menanggung biaya lebih dari US$100 miliar per tahun.
Untuk itu, ujar McNair, mengatasi malnutrisi akan menghasilkan dampak jangka panjang yang besar.
Namun meski merupakan salah satu bentuk pembangunan berbiaya paling efektif, program-program nutrisi hanya mendapat lebih sedikit dari 0,3 persen dalam anggaran pembangunan global.
Awal bulan depan, pemerintah Inggris dan Brazil akan menyelenggarakan konferensi anggaran nutrisi yang pertama kalinya diadakan.
Save the Children ingin anggaran nutrisi naik lebih dari 100 persen menjadi $1 miliar per tahun. Dan lembaga itu ingin mendorong negara-negara berpendapatan menengah untuk menjadikan nutrisi sebagai prioritas teratas dalam agenda anggaran mereka.
"Kami ingin pemerintah-pemerintah negara berkembang juga membuat komitmen mereka. Karena beberapa dari negara-negara yang bermasalah besar dengan malnutrisi, negara-negara seperti India dan Nigeria, sebetulnya negara berpendapatan menengah dan memiliki sumber daya. Mereka hanya perlu menginvestasikannya dengan cara yang benar," ujar McNair.
Menurut Save the Children, 10,9 juta anak balita di Nigeria terhambat pertumbuhannya, sementara di India angka itu mencapai 61,4 juta.
Lembaga itu mengatakan bahwa mengatasi malnutrisi harus menjadi salah satu prioritas pertemuan para pemimpin negara-negara G8 bulan depan di Irlandia utara.
Sebuah laporan yang diterbitkan Selasa (28/5) mengatakan bahwa anak berusia delapan tahun yang terhambat pertumbuhannya hampir 20 persen lebih mungkin untuk sulit membaca kalimat-kalimat sederhana dibandingkan mereka yang berusia sama dan memiliki gizi yang baik.
"Mereka yang kurang gizi secara konsisten memiliki nilai ujian matematika yang lebih rendah dan lebih sulit membaca kalimat sederhana pada usia delapan tahun. Selanjutnya, hal itu mempengaruhi kepercayaan diri, aspirasi karir dan akhirnya kemampuan mereka menghasilkan uang," ujar David McNair, kepala pertumbuhan, ekuitas dan mata pencaharian di Save the Children UK.
Laporan itu didasarkan pada studi internasional, Young Lives, yang dipimpin oleh sebuah tim dari University of Oxford. Ribuan anak-anak terlibat dalam riset ini, yang mencakup Ethiopia, India, Peru, dan Vietnam.
Laporan itu menyebutkan bahwa periode mulai kehamilan sampai anak berusia dua tahun adalah waktu kritis bagi perkembangan otak. Jika perempuan yang hamil atau menyusui dan bayi tidak memiliki akses terhadap gizi yang benar, perkembangan otak dan kinerja kognitifnya dapat terganggu.
McNair mengatakan bahwa dampak malnutrisi jauh melampaui biologi otak.
"Ada bukti menarik mengenai rangsangan yang mereka terima. Karena anak-anak yang kurang gizi terlihat lebih kecil, orangtua dan pengasuh mereka cenderung memperlakukan mereka seolah-olah mereka lebih muda dari yang sebenarnya. Sehingga mereka tidak mendapat rangsangan yang benar dan otak-otak mereka tidak berkembang sebagai akibat kurangnya stimulus tersebut," ujarnya.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa dampak malnutrisi pada anak memberi ancaman besar bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang di banyak negara berkembang.
Data dari PBB menyebutkan bahwa tahun lalu, hampir 50 tahun anak-anak berusia di bawah lima tahun di Asia selatan dan 40 persen anak balita di Afrika sub-Sahara terhambat pertumbuhannya, atau terlalu pendek untuk anak seusianya, akibat gizi buruk.
Save the Children memperkirakan bahwa anak-anak yang kurang gizi saat mereka dewasa mendapat penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang seusia namun bergizi baik, membuat ekonomi global harus menanggung biaya lebih dari US$100 miliar per tahun.
Untuk itu, ujar McNair, mengatasi malnutrisi akan menghasilkan dampak jangka panjang yang besar.
Namun meski merupakan salah satu bentuk pembangunan berbiaya paling efektif, program-program nutrisi hanya mendapat lebih sedikit dari 0,3 persen dalam anggaran pembangunan global.
Awal bulan depan, pemerintah Inggris dan Brazil akan menyelenggarakan konferensi anggaran nutrisi yang pertama kalinya diadakan.
Save the Children ingin anggaran nutrisi naik lebih dari 100 persen menjadi $1 miliar per tahun. Dan lembaga itu ingin mendorong negara-negara berpendapatan menengah untuk menjadikan nutrisi sebagai prioritas teratas dalam agenda anggaran mereka.
"Kami ingin pemerintah-pemerintah negara berkembang juga membuat komitmen mereka. Karena beberapa dari negara-negara yang bermasalah besar dengan malnutrisi, negara-negara seperti India dan Nigeria, sebetulnya negara berpendapatan menengah dan memiliki sumber daya. Mereka hanya perlu menginvestasikannya dengan cara yang benar," ujar McNair.
Menurut Save the Children, 10,9 juta anak balita di Nigeria terhambat pertumbuhannya, sementara di India angka itu mencapai 61,4 juta.