Hal tersebut terungkap dalam survei yang dilakukan 'The Indonesian Human Rights Monitor' (Imparsial) sejak 17 Juni hinga 4 Juli 2011. Survei terhadap kinerja polisi ini dilakukan di DKI Jakarta dengan jumlah sample sebanyak 500 orang responden.
Peneliti dari Imparsial Qufron Mabruri menjelaskan, ketidakpuasan masyarakat DKI Jakarta terhadap kinerja polisi cukup tinggi dan hampir merata di semua bidang, kecuali dalam penanganan kasus terorisme.
Dari hasil survei 'Imparsial' ini, kinerja polisi yang mendapat ketidakpuasan publik tertinggi adalah penanganan korupsi yakni 78,4 persen, sementara bidang penegakan hukum dan HAM 58 persen dan bidang penanganan narkoba 53,2 persen.
Sedangkan dalam penanganan kasus terorisme, sekitar 67 persen responden menilai positif kinerja polisi selama ini.
Qufron Mabruri mengatakan, "Meski penanganan terorisme memperoleh respon positif dari publik DKI Jakarta, ia tidak menjadi ukuran bahwa kinerja kepolisian secara keseluruhan telah membaik. Buktinya hampir semua indikator kinerja yang diangkat didalam survei ini disikapi secara tidak puas, artinya (masih) mendapat rapor buruk dari publik. Misalnya, polisi dinilai (oleh masyarakat) masih terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme, masih melakukan penyiksaan, masih melakukan pungutan liar dan lain sebagainya."
Sementara, Direktur Program Imparsial Al- Araf menyatakan pengawasan yang lemah terhadap institusi kepolisian menjadi hambatan utama dalam upaya perbaikan kinerja polisi. Menurut Al-Araf, hasil survei ini akan disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Komisi Hukum DPR dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Al- Araf mengatakan penilaian publik DKI Jakarta tersebut sesungguhnnya menjadi kritik dan sekaligus evaluasi terhadap polisi agar memperbaiki kinerjanya dan melanjutkan agenda proses reformasi yang dicanangkan.
Al-Araf mengatakan, "Bahwa pengawasan menjadi hambatan. Mengapa tugas dan kerja polisi menjadi sangat buruk. Hal ini menunjukan bahwa peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang sudah dibentuk beberapa tahun belakangan, gagal. Kompolnas tidak memiliki kinerja yang cukup baik didalam melakukan kerja-kerja untuk pengawasan."
Dosen Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengungkapkan kinerja kepolisian meski di masa reformasi belum mengalami begitu banyak perubahan. "Saya bekas polisi juga, perubahannya hanya bersifat material, gedung-gedungnya bagus, pakaiannya bagus, mobinya banyak tetapi dalam sikap mental, itu yang diharapkan masyarakat belum banyak berubah. Di dalamnya itu penyidik-penyidik mudah diintervensi oleh mafia-mafia dari luar karena masalah-masalah intervensi dari luar itu cukup kuat. Dan itu sering menggunakan kekuatan politik ataupun juga kekuatan ekonomi," ujar Bambang.
Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, I Ketut Untung Yoga membantah jika polisi tidak serius menangani berbagai kasus termasuk kasus korupsi. Menurutnya reformasi kepolisian selama ini telah berjalan dengan baik.