Ratusan orang berkumpul di titik nol kilometer kota Yogyakarta. Mereka meneriakkan satu suara, yaitu dukungan bagi Papua untuk terus bersama seluruh rakyat Indonesia menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Rahma Indra Sari dan Nilam Ayu, dua mahasiswa Institut Seni Indonesia menjadi bagian dari ratusan orang yang berunjuk rasa di Yogyakarta. Tidak membawa poster dan mengepalkan tangan, keduanya justru tampil membawakan tari gambyong di tengah kerumunan massa.
“Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi dan hanya ingin damai,” kata Rahma ketika ditanya alasannya ikut dalam aksi.
Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Yogya melakukan sejumlah aksi solidaritas bagi upaya damai di Papua. Termasuk yang dilaksanakan Senin (2/9) sore, di mana ratusan orang dari sejumlah organisasi masyarakat berkumpul di pusat kota. Pesan besar yang ingin mereka sampaikan adalah bahwa Yogyakarta selalu bersama Papua.
Tari gambyong ditampilkan dalam aksi ini karena tarian ini adalah ekspresi rakyat ketika menyambut tamu yang dihormati. Mereka ingin memberi pesan, bahwa masyarakat Yogyakarta menyambut baik seluruh warga, khususnya dari Papua dan Papua Barat, yang datang untuk belajar atau bekerja.
Aan Apriyanto, koordinator aksi ini mengatakan, masyarakat Yogya berharap perkembangan yang terjadi tidak disikapi secara emosional. Khusus bagi siswa dan mahasiswa asal Papua dan Papua Barat yang ada di Yogya, masyarakat berkomitmen menjaga keamanan mereka. Mereka diminta fokus belajar sebagai bagian dari upaya perbaikan kualitas sumber daya manusia, dan kelak kembali setelah siap membangun Papua.
“Untuk teman-teman Papua, untuk tetap tenang, dan tidak khawatir akan isu, provokasi yang disampaikan, baik di media sosial maupun kelompok tertentu yang memang menghendaki disintegrasi bangsa. Sehingga yang terpenting tetap tenang, tetap menjaga iklim kondusif untuk belajar sesuai tugasnya sebagai pelajar dan mahasiswa. Dan ikut bersama masyarakat Yogya menjaga integrasi bangsa,” ujar Aan.
Massa aksi juga mendesak aparat penegak hukum untuk bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang memprovokasi keadaan, baik di Papua maupun luar Papua. Mereka menyesalkan, ada upaya menciptakan kesan bahwa Yogya dan wilayah lain tidak ramah bagi warga Papua.
Hoaks Banyak Beredar
Aan Apriyanto juga menambahkan, isu-isu provokatif yang tersebar melalui media sosial telah mengarah ke disintegrasi.
“Karena itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat tidak terprovokasi dan tidak menyebarluaskan hasutan dan berita hoaks, yang dapat memperkeruh suasana di Papua dan Papua Barat,” kata Aan.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho berpesan agar semua pihak berhati-hati terkait informasi seputar Papua. Di sela penyelenggaraan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Mafindo ke-2 di Yogyakarta akhir pekan kemarin, Septiaji mengatakan banyak informasi beredar terkait Papua, tetapi tidak dapat diverifikasi. Publik, termasuk Mafindo, tidak mengetahui apa yang benar-benar terjadi.
“Sehingga imbauan kita adalah, masyarakat harus betul-betul waspada. Hati-hati terhadap informasi apapun yang sedang beredar saat ini, karena informasinya belum tentu benar dan itu bisa membawa kerugian bagi masyarakat kalau tidak bisa mengelola informasi dengan baik,” kata Septiaji.
Ketika ditanya, hoax apa saja yang kini beredar seputar Papua, dengan tegas Septiaji mengatakan tidak tahu. Tetapi dia khawatir, ada banyak kesalahpahaman yang terjadi setidaknya karena dua faktor, yaitu informasi yang keliru dan keterbatasan informasi itu sendiri. Karena itulah, Mafindo berharap jalur informasi di Papua segera dipulihkan. Namun, harapan itu disertai catatan agar seluruh pihak bersepakat menggunakannya untuk menyebarkan informasi-informasi yang baik, dalam konteks mendorong perdamaian.
“Jadi prinsipnya adalah, saya rasa situasi yang sedang dihadapi oleh banyak pihak, termasuk kawan-kawan media pun juga sama, mereka juga akan kesulitan untuk melakukan verifikasi. Jadi langkah terbaik adalah kita harus skeptis. Harus hati-hati terhadap informasi apapun yang saat ini beredar terkait Papua, karena bisa jadi informasi itu mengandung provokasi atau situasi keliru yang membuat masyarakat semakin emosi,” tambah Septiaji.
Mafindo sendiri tidak dapat melakukan verifikasi terhadap berita-berita terkait Papua, apakah hoax atau bukan. Salah satu faktornya adalah karena tidak ada cukup sumberdaya di Papua yang bisa melakukan pengecekan. Karena itu, untuk mengatasi dampak buruk situasi ini, masyarakat didorong untuk memperbanyak gerakan yang mengarah kepada perdamaian.
Masalah Menumpuk di Papua
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem menilai Jokowi kurang cepat menangani rentetan demonstrasi dan kekerasan di Papua. Theo mengatakan, semestinya begitu ada kasus ucapan rasis dan kebencian kepada masyarakat Papua, upaya hukum segera diambil. Dia menilai, bukan kali ini saja kata-kata bernada rasis disampaikan kepada masyarakat Papua yang sedang merantau. Apa yang terjadi saat ini, kata Theo, bisa diumpamakan seperti luka yang membengkak. Orang Papua tidak bisa lagi menerima ucapan semacam itu.
“Pak Presiden kurang cepat menanggapi. Presiden harus bijak melihat persoalan di Papua. Persoalan ini banyak. Persoalan di Papua terkait dengan status politik yang belum diselesaikan, terus kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dengan tuntas. Dan kemudian rasisme ini juga terjadi. Ini kita padat di atas masalah. Tidak mengada-ada, tetapi kalau semua masalah ini masih bertumpuk, lalu masalah lain muncul pasti orang berteriak Papua Merdeka,” ujar Theo.
Theo menegaskan, tidak hanya orang Papua hidup di luar Papua, ada juga warga non Papua di tanah mereka. Kehidupan semacam ini harus menjadi perenungan untuk semua pihak, sehingga tidak muncul hinaan bernada rasis.
“Sebenarnya orang-orang yang mengungkap rasisme itu harus pikirkan. Orang Papua sadar, punya adat, punya budaya, tahu diri, sehingga orang non Papua yang ada di Papua tidak diperlakukan apa-apa. Mereka itu sahabat-sahabat keluarga yang sudah menyatu diri di Papua, tinggal bersama di Papua. Tidak pernah orang Papua ada kekacauan dengan teman-teman non Papua. Baru kali ini goyang,” papar Theo. [ns/ab]