Seperti biasa, peringatan hari Buruh Internasional setiap 1 Mei dirayakan di banyak negara, termasuk Indonesia. Sudah menjadi tradisi para buruh turun ke jalan untuk merayakan momen tersebut.
Kali ini demonstrasi berlangsung di depan istana kepresidenan di Jakarta pada Selasa (1/5). Namun unjuk rasa buruh tersebut terbagi dua. Kelompok pertama adalah mereka yang mendukung Presiden Joko Widodo dan dipimpin oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka. Kelompok satu lagi merupakan koalisi buruh dari Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang dikomandoi oleh Ketua Umum KSPI Said Iqbal.
Kedua kubu ini sangat kontras. Demonstran pro-Joko Widodo hanya berjumlah sekitar 200 orang, sedangkan massa dari kelompok yang dipimpin Said Iqbal berjumlah ribuan.
Kepada wartawan usai berorasi, Said Iqbal menjelaskan soal tiga tuntutan buruh kepada Presiden Joko Widodo.
"Satu, turunkan harga beras, listrik, dan BBM yang telah membebani rakyat kecil dan kaum buruh sehingga daya beli buruh dan rakyat turun 20-30 persen, dan bangun ketahanan pangan dan energi. Jangan lakukan impor, jangan mematikan petani, nelayan, dan kaum buruh dengan kebijakan impor," jelasnya.
Tuntutan kedua, lanjut Iqbal, adalah menolak upah murah dan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Tuntutan ketiga adalah menolak kehadiran tenaga kerja asing sebagai buruh kasar dan mencabut peraturan presiden nomor 20 tahun 2018 yang memberikan kebebasan bagi pekerja asing masuk ke Indonesia.
Menurutnya, buruh Indonesia merasa sangat keberatan dengan banyaknya tenaga kerja asing, khususnya dari China, yang masuk ke Indonesia dan bekerja sebagai pekerja kasar, sementara di Indonesia masih banyak yang membutuhkan pekerjaan.
"Apakah sekedar sopir, tukang batu di Meikarta atau operator produksi di Pulo Gadung, di Cikarang, Tangerang apa harus orang dari Cina, itu kan jadi persoalan bagi kita," imbuh Said.
Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR, Siti Masrifah menilai Peraturan Presiden yang baru dikeluarkan tidak memiliki persoalan. Menurutnya yang dimaksud dalam perpres itu adalah tenaga kerja profesional. Jenis-jenis pekerjaan lain yang bisa diisi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) tetap dilindungi.
Dia mengakui perlu ada pengawasan yang ketat yang harus dilakukan pemerintah agar tenaga kerja asing tidak sembarangan masuk ke Indonesia.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan, pemudahan perizinan tenaga kerja asing (TKA) ini hanya ditujukan bagi tenaga kerja yang sudah ahli. Ia menjamin, pekerja kasar dan jenis-jenis pekerjaan lain yang bisa diisi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) tetap dilindungi. Hanya saja, ia tak menyebut jenis-jenis pekerjaan yang bisa dengan mudah diisi oleh TKA.
Adapun kemudahan tersebut diberikan guna menciptakan birokrasi ketenagakerjaan yang lebih responsif. Ia ingin berkaca dari kebijakan negara lain, di mana izin kerja TKA dipermudah, tetapi pengawasannya tetap ketat.
Menurutnya banyak perusahaan yang mengeluh akan rumitnya mempekerjakan TKA profesional di dalam negeri. Sementara di sisi lain, kualifikasi tenaga kerja domestik masih belum memadai untuk mengisi jabatan tersebut.
"Yang ingin diperbaiki, yang ingin disederhanakan bukan hanya izin untuk TKA (tenaga kerja asing), tapi semua perizinan yang terkait dengan investasi dan semua perizinan yang terkait dengan pelayanan publik. TKA hanya salah satu saja dari prosedur perizinan yang hendak disederhanakan oleh pemerintah," kata Hanif.
Pemerintah menurut Hanif terus berusaha menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh buruh.
Usai melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta, para buruh mendatangi Gelora Bung Karno untuk mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden untuk pemilihan umum 2019.
Presiden Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal merasa sangat yakin Prabowo akan berpihak kepada buruh kalau sudah terpilih menjadi presiden karena mereka sudah mengajukan sepuluh tuntutan yang telah ditandatangani oleh Prabowo. [fw/ab]