UU No.3/Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara IKN yang sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR pertengahan Januari lalu ramai digugat masyarakat. Mulai dari kelompok-kelompok aktivis lingkungan hidup seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), hingga pakar dan tokoh masyarakat, serta warga dan kelompok yang merasa tidak diikutsertakan dalam pembuatan undang-undang ini.
Mereka menilai UU IKN cacat secara formil karena tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 yang menyatakan pembentukan undang-undang sedianya menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama.
Sidang putusan pengujian formil atas gugatan itu dijadwalkan akan digelar pada Selasa (31/5) pukul 09.00 WIB.
Diwawancarai VOA pada Senin (30/5), Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan sidang putusan gugatan itu akan menjadi sorotan luas masyarakat karena ditengarai sarat konflik kepentingan pasca pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan adik Presiden Joko Widodo, Idayati, pada 25 Mei.
"UU IKN kan prosesnya sangat tergesa-gesa. Kajian akademik, teori, ilmiah, dan lainnya belum terpenuhi. Besok lagi kalau ini dibiarkan, maka bisa saja UU dibuat dalam waktu sehari semalam. Hakim MK kan ada sembilan, satu orang hakim, setahu saya punya konflik kepentingan akan menarik diri, tidak punya pendapat dan biar hakim konstitusi lain yang berperndapat. Kalau dalam konteks voting pun biasanya abstain. Harapan saya, Pak Anwar Usman bersikap abstain dalam pengambilan keputusan gugatan UU IKN ini," jelas Boyamin.
Lebih lanjut Boyamin menilai proses penyusunan UU IKN juga sangat cepat atau tergesa-gesa dibanding dari penyusunan regulasi lain. Ia mencontohkan sikap Mahkamah Konstitusi pada putusan gugatan UU Cipta Kerja Omnibus Law akhir tahun lalu yang juga dianggap cacat secara formil dan inkonstitusional bersyarat. Diperlukan perbaikan hingga dua tahun, dan undang-undang itu tetap berlaku hingga dilakukannya perbaikan sesuai tenggang waktu tersebut.
Sikap MAKI sedikit berbeda dengan kelompok pemerhati hukum dan konstitusi yang tergabung dalam “Koalisi Selamatkan Konstitusi,” yang beranggotakan tujuh organisasi dan pusat studi sejumlah kampus. Koalisi itu mendesak Anwar Usman mundur dari jabatannya di Mahkamah Komstitusi agar tidak terjadi konflik kepentingan.
KSP Ajak Publik Berbaik Sangka
Istana menanggapi kekhawatiran tentang kekerabatan presiden dan ketua MK ini dengan tenang. Tenaga ahli utama di Kantor Staf Kepresidenan KSP, Ali Mochtar Ngabalin, meminta masyarakat tidak berpandangan negatif dulu.
"Memang kemarin ketika muncul isu itu karena orang susah membedakan antara urusan privat dengan negara. Mari berprasangka baik berhusnuzan melihat ini", ungkap Ngabalin di sela-sela menghadiri pernikahan adik Presiden Jokowi di Solo, Kamis (26/5).
Ngabalin yakin dengan integritas Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang berdasarkan rekam jejaknya senantiasa mengedepankan kode etik dan sumpah jabatan.
"Mari gunakan akal sehat dan berprasangka baik pada pernikahan Pak Anwar,” tegas Ngabalin.
Penegasan itu tidak menyurutkan kekhawatiran Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia MAKI, Boyamin Saiman, akan terjadinya konflik kepentingan dalam putusan hukum lain di Mahkamah Konstitusi nantinya.
"Banyak nanti putusan apapun di MK, apalagi memenangkan pemerintah akan menurunkan nilai pandangan publik atau grade turun. Orang atau publik teta akan menganggap ada Anwar Usman, adik ipar Presiden Jokowi. Kalau dalam notulensi putusan dibacakan bahwa pak Anwar Usman menarik diri, abstain, tidak mengikuti, masyarakat tetap akan menilai,” pungkas Boyamin.
Sebelumnya, Ketua MK, Anwar Usman, di Solo pekan lalu, membantah jika pernikahan dirinya dengan adik Presiden Jokowi dikaitkan dengan isu politik.
"Ya ini panggilan cinta dari putri Solo. Panggilan KUA juga. Nggak ada itu pernikahan kok politik. Ingat ya, jodoh, kematian, dan rejeki itu ditangan Allah. Jangan sampai kita mengingkarinya,” tegas Anwar di Solo. [ys/em]