Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Eva Susanti mengungkapkan penyakit ginjal kronis menempati penyebab kematian terbanyak ke-10 di Indonesia, yaitu sebesar 42 ribu berdasarkan laporan Global Burden of Disease, 2019.
Hasil survei Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit ginjal kronis sebesar 3,8 persen atau 739.208 jiwa, mengalami kenaikan dibanding tahun 2013 yang tercatat sebesar dua persen.
Dari segi usia, prevalensi penyakit ginjal kronis terbanyak berada pada rentang usia 65-74 tahun (8,23 persen), di atas usia 75 tahun (7,48 persen) dan usia 55 hingga 64 tahun (7,21 persen). Meskipun demikian, prevalensi kasus itu juga cukup tinggi pada usia 35 hingga 44 tahun, yakni 3,31 persen.
“Kita tahu bahwa Indonesia saat ini menghadapi bonus demografi justru juga kalau kita melihat data bahwa pada umur 35, kan sudah hampir sama dengan prevalensi secara umum, 3,31, ini juga sudah menampakkan justru pada orang-orang dengan usia produktif terjadi penyakit ginjal ini. Ini yang harus kita waspadai,” kata Eva Susanti dalam jumpa pers Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2023, Selasa (7/3).
Hari Ginjal Sedunia diperingati setiap hari Kamis pada minggu kedua setiap tahunnya, yang tahun ini jatuh pada tanggal 9 Maret 2023.
Penanganan penyakit gagal ginjal menempati posisi keempat dalam pembiayaan penyakit katastropik yaitu sebesar 1,9 triliun rupiah per 30 November 2022. Penyakit katastropik, menurut laman Badan Penyelenggara Jaminas Sosial (BPJS), adalah penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi.
Menurut Kemenkes, ginjal berfungsi untuk membuang sisa metabolisme dalam tubuh. Semua proses dalam tubuh akan dibuang melalui hati dan ginjal, pembuangan dari ginjal disalurkan melalui urine sedangkan pembuangan dari hati itu melalui anus.
Fungsi ginjal selain memproduksi urine adalah sebagai pengatur keseimbangan cairan, misal saat suhu udara dingin maka tubuh akan lebih sering buang air kecil, tapi kalau suhu udara panas tubuh akan merasa kekurangan cairan.
Faktor risiko penyebab penyakit ginjal kronis di antaranya diabetes tipe 2, hipertensi, radang ginjal, serta penggunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif.
Kementerian kesehatan mempromosikan perilaku ‘cerdik dan patuh’ untuk mencegah penyakit ginjal di antaranya dengan memeriksa kesehatan secara rutin, rajin beraktivitas fisik, menjalani pengobatan yang tepat dan teratur, dan menghindari asap rokok, alkohol dan zat karsinogenik atau zat yang dapat menyebabkan kanker.
“Komitmen kuat dan upaya yang terus menerus untuk mengedukasi masyarakat merupakan tanggung jawab kita bersama, kontribusi dari seluruh sektor terkait agar masyarakat lebih mengenal faktor risiko dan dapat mencegah terjadinya penyakit ginjal kronis,” kata Eva Susanti
Deteksi Dini Gangguan Ginjal
Humas Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB Pernefri), Wachid Putranto mengungkapkan penyebab penyakit gagal ginjal kronis di antaranya adalah diabetes melitus atau penyakit kencing manis, hipertensi atau darah tinggi. Selain itu, ada kebiasaan di masyarakat yang berupaya mengobati diri sendiri ketika mengeluh sakit pegal linu dan asam urat dengan obat-obatan yang dijual bebas, padahal sangat berbahaya bagi kesehatan ginjal bila dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
“Beberapa pasien yang saya temui mulai ada kerusakan ginjal akibat dari obat-obat anti nyeri dan obat-obat asam urat,” kata Wachid Putranto dalam kegiatan yang sama.
Dijelaskannya untuk deteksi dini gangguan ginjal perlu diwaspadai bila buang air kecil berbusa, berwarna merah dan menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) saat dalam pemeriksaan kesehatan.
“Satu hal yang tidak mengenakkan adalah pada pasien-pasien yang terkena gangguan ginjal itu sering kali tanpa gejala. Munculnya gejala ini terjadi pada stadium yang sudah lanjut, biasanya stadium empat dan stadium lima. Nah, inilah yang menyebabkan pentingnya kita melakukan deteksi dini,” papar Wachid.
Deteksi dini gangguan ginjal, menurut Wachid, akan memungkinkan dilakukannya upaya mengurangi faktor risiko agar tidak berkembang menjadi penyakit ginjal kronis yang tidak dapat disembuhkan.
Menurut Wachid, masyarakat dapat melakukan deteksi dini gangguan ginjal melalui pemeriksaan urine di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dari segi biaya dijamin dalam layanan jaminan kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). [yl/em]
Forum