Para analis mengatakan, latihan militer gabungan skala besar yang melibatkan tentara Amerika Serikat (AS) dan Filipina merupakan jawaban atas apa yang Manila anggap sebagai ancaman China yang berkembang semakin besar.
Personel militer AS bergabung dengan pasukan Filipina, pada Senin (28/3), untuk melakukan latihan militer bersama yang dijuluki Balikatan, yang berarti “bahu-membahu.”
Seorang pejabat pertahanan AS menyebut latihan tersebut sebagai yang terbesar, dan sebanyak 3.800 tentara Filipina ikut serta sementara AS mengerahkan 5.100 tentaranya pada latihan itu.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah berpaling ke pihak AS dalam dua tahun terakhir setelah sebelumnya berusaha membina persahabatan dengan China.
China telah menawarkan miliaran dolar berupa bantuan pembangunan pada negara Asia Tenggara yang tidak kaya itu, namun menggunakan militernya, yang merupakan pasukan militer terbesar ketiga di dunia, untuk menekan isu wilayah seputar pulau-pulau kecil dan jalur perairan diantara kedua negara.
Balikatan yang saat ini berlangsung memperkuat aliansi militer antara Filipina dan AS yang dimulai dengan sebuah perjanjian pertahanan bersama pada 1951, serta berkembang menjadi persetujuan kunjungan pasukan pada 1999.
Duterte pernah mengancam akan keluar dari kesepakatan 1999 itu ketika sedang mendekati Beijing, tetapi tahun lalu ia mengatakan bersedia untuk mempertahankan perjanjian tersebut.
“AS secara konsisten menghargai dan menyambut hubungan ini, jadi saya pikir itu juga punya pengaruh pada Duterte,” demikian kata Alexander Vuving, profesor di Daniel K Inouye Asia Pacific Center for Security Studies di Hawaii.
Ia menyebut Filipina sebagai sebuah “negara yang berubah-berubah keberpihakannya di wilayah Indo Pasifik” dan kini memilih sisi AS guna menjamin aksesnya ke Laut Cina Selatan, sebuah area yang menjadi sumber penangkapan ikan dan cadangan energi. [jm/my]