Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan beredarnya kabar temuan ribuan kasus COVID-19 di sekolah yang melakukan PTM secara terbatas adalah tidak benar. Menurutnya, kasus positif corona yang ditemukan di sekolah jumlahnya lebih sedikit.
“Jadi yang kemarin banyak beredar hoaks bahwa klasternya demikian banyak, sebenarnya tidak demikian. Kami sampaikan datanya secara transparan,” ungkap Budi dalam telekonferensi pers usai Rapat Terbatas dengan Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Senin (27/9).
Budi menjelaskan, sejak PTM terbatas dilakukan, pihaknya melakukan strategi deteksi dini atau surveillance dengan ketat. Ia mencontohkan surveillance tersebut dilakukan di sekolah yang melakukan PTM di DKI Jakarta dan Semarang. Hasilnya pun beragam ada yang positif dan juga negatif.
“Contoh kalau SDN Rawasari itu 30 orang di-swab, positif COVID-19 cuma satu orang, itu pasti itu bukan klaster. Lalu misalnya di bawah itu di Duren Sawit SMP PGRI dari 266 orang di-tes, 21 positif itu kemungkinan besar klaster," jelasnya.
Dengan begitu, katanya kegiatan belajar mengajar secara langsung ini akan terus dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, dan risk management yang baik oleh masing-masing sekolah. Menurutnya, semakin lama ditunda maka akan semakin banyak kerugian yang dialami oleh anak-anak dan ke depan umat manusia harus siap untuk hidup berdampingan dengan virus corona ini.
“Kita harus belajar hidup dengan ini, kita tangani, jadi risk management-nya mesti bagus bukan kemudian kita takut atau menghindari karena kita pasti harus tetap melakukan belajar mengajar,” tuturnya.
Strategi Tekan Kasus di Sekolah
Kementerian Kesehatan, ujarnya, juga sudah menyiapkan strategi agar tidak tercipta klaster COVID-19 dari kegiatan PTM tersebut. Strateginya adalah proaktif menemukan kasus COVID-19 di lapangan atau active case finding. Pihak terkait seperti Dinas Kesehatan setempat akan melakukan pencarian kasus positif di sekolah yang melakukan PTM pada tingkat kabupaten/kota.
“Dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling, kemudian dari 10 persen kita bagi alokasinya berdasarkan kecamatan mana yang banyak sekolahnya. Kenapa di level kecamatan? Karena para epidemiologist bilang penularan itu terjadinya tidak antar kota, kejadiannya di antar kecamatan dulu. Jadi wilayah epidemiologi kecamatan harus dimonitor dengan ketat dari segi surveillance, terus kita ambil 30 siswa dan 30 pengajar per sekolah itu semuanya di swab PCR dengan metode full testing,” jelasnya.
Lanjutnya, dari hasil testing tersebut apabila terdapat positivity rate di bawah satu persen, maka akan dicari kontak erat dari pada pasien positif tersebut dan kegiatan PTM bisa tetap berjalan. Sedangkan jika positivity rate mencapai kisaran 1-5 persen, maka semua rombongan belajar akan dilakukan testing dan dikarantina, kemudian PTM bisa tetap dilanjutkan untuk rombongan belajar lain di sekolah yang sama.
“Tapi kalau (positivity rate) di atas lima persen kita tes-nya seluruh sekolah, karena ada kemungkinan ini menyebar dan sekolahnya kita ubah dulu menjadi online selama 14 hari sambil kita bersihkan, prokesnya diperbaiki. Kemudian setelah 14 hari kita masukkan lagi. Jadi dengan demikian kita memastikan bahwa surveillance itu dilakukan di level yang paling kecil kalau toh pun ada kemungkinan itu outbreak di sana, kita kuncinya satu sekolah saja, tidak usah semua sekolah ditutup. Sekolah lain yang prokesnya bagus tetap bisa jalan,” paparnya.
Menurutnya, jika ini berhasil dilakukan di tingkat sekolah maka strategi tersebut akan direplikasikan di sektor lain seperti pariwisata, transportasi, keagamaan, pekerjaan dan lain-lain. Dengan begitu, katanya pandemi akan cukup terkendali sehingga masyarakat bisa hidup secara normal tetapi tetap aman dan sehat.
Dampak PJJ Bisa Permanen
Dalam Kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim juga membantah kabar yang menyebutkan kegiatan PTM secara terbatas mengakibatkan terciptanya klaster COVID-19. Menurutnya temuan yang menyebutkan bahwa 2,8 persen sekolah menjadi klaster COVID-19 merupakan jumlah akumulatif selama pandemi COVID-19 berlangsung.
“Jadi itu semua dari seluruh masa COVID-19 bukan dari bulan terakhir di mana PTM terjadi. Itu pun 2,8 persen dari sekolah yang dilaporkan oleh sekolahnya ada COVID-19 belum tentu mereka melaksanakan PTM. Dan juga satu lagi adalah angka yang kemarin disebut 15 ribu murid dan 7 ribu guru positif COVID-19 itu berdasarkan laporan mentah yang banyak sekali error-nya. Contohnya banyak sekali yang melaporkan jumlah positif COVID-19 melampaui daripada jumlah murid di sekolahnya,” ujar Nadiem.
Ke depan, pihaknya pun mendukung strategi yang akan dilakukan oleh Kemenkes yakni secara proaktif menemukan kasus di sekolah sehingga secara statistik akan diperoleh hasil yang lebih akurat dan valid untuk menentukan kebijakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Selain itu, Kemendikbudristek, katanya, juga akan melakukan integrasi sistem PeduliLindungi di berbagai sekolah-sekolah yang melakukan kegiatan belajar mengajar secara langsung.
Lebih jauh, Nadiem sebenarnya lebih mengkhawatirkan dampak dari hilangnya waktu belajar secara langsung bagi anak-anak pada masa pandemi ini. Berdasarkan data yang diperolehnya baru sebanyak 40 persen sekolah yang memulai melakukan PTM, sedangkan sisanya belum siap dan mampu untuk melakukan PTM di masa pandemi COVID-19. Maka dari itu, ia berharap ke depan dengan kolaborasi yang dilakukan oleh Kemenkes bisa membuat lebih banyak lagi sekolah yang bisa melakukan PTM dengan segera.
“Dan data dari Bank Dunia dan berbagai macam institusi riset menunjukkan betapa menyeramkannya learning loss yang bisa terjadi di luar kondisi psikologis yang terjadi, apalagi tingkat SD dan PAUD di mana mereka paling membutuhkan PTM dan bahwa kalau sekolah yang tidak dibuka dampaknya bisa permanen. Jadi ini merupakan satu hal yang lebih mencemaskan lagi buat kami adalah seberapa lama anak-anak ini sudah melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang jauh di bawah efektivitas sekolah tatap muka,” pungkasnya. [gi/lt]