Beberapa hari terakhir, masyarakat menyoroti kelangkaan oksigen dan tabung oksigen yang menjadi kebutuhan pasien COVID-19. Bahkan karena kelangkaan oksigen, sedikitnya 63 pasien COVID-19 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta meregang nyawa.
Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtunewe menyoroti krisis oksigen di rumah-rumah sakit dan kesulitan warga membeli tabung oksigen di pasar karena tingginya harga akibat tingginya permintaan.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), menurut Felly, sudah melaporkan kelangkaan tabung oksigen di Jawa Tengah dan Yogyakarta sehingga menyebabkan banyak pasien COVID-19 meninggal karena kekurangan oksigen.
"Komisi IX menyesalkan hal ini dan mendesak Kementerian Kesehatan segera bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian untuk menangani permasalahan ini. Rantai pasokan, termasuk distribusi dan pengadaan, harus dipastikan lancar," katanya.
Menjawab hal itu, dalam rapat kerja di DPR hari Senin (5/7), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah sedang mengupayakan agar pasokan oksigen bagi penderita COVID-19 bisa terjamin. Ditambahkannya, produksi oksigen nasional saat ini sebanyak 866 ribu ton per tahun namun karena utilisasi semua pabrik oksigen saat ini 74 persen, produksi riilnya sebesar 639.900 ton.
Dari angka produksi itu, sebanyak 458.588 ton oksigen dipakai oleh sektor industri, seperti industri baja, nikel, dan smelter. Sedangkan bidang medis hanya menggunakan 181.312 ton oksigen per tahun.
"Kami sudah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian, kita sudah koordinasi dengan menteri perindustrian, agar konversi oksigen dari industri ke medis diberikan sampai 90 persen. Jadi sekitar 575 ribu ton per tahun produksi oksigen dalam negeri akan dialokasikan untuk medis," ujar Budi.
Menurut Budi, pasokan oksigen bagi Jawa dan Bali setiap harinya harus sebesar 2.262 ton. Sedangkan kebutuhan oksigen saat ini berdasarkan tempat tidur yang terpakai bagi pasien COVID-19 kategori intensif dan isolasi sebanyak 1.928 ton tiap harinya.
Impor Tabung Oksigen
Pada kesempatan itu, Budi juga menjelaskan alasan pemerintah untuk mengimpor tabung oksigen yaitu karena banyaknya rumah sakit yang sekarang ini memiliki tambahan kamar darurat untuk merawat pasien COVID-19 sehingga mereka memerlukan oksigen tabung bukan oksigen likuid.
Untuk itu Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk mengimpor tabung oksigen ukuran enam meter kubik dan satu meter kubik untuk memenuhi kebutuhan ruang-ruang darurat tambahan yang ada di rumah-rumah sakit.
Ketersediaan Tempat Tidur di RS
Komisi IX DPR juga meminta pemerintah untuk melakukan perubahan regulasi agar ada penambahan tempat tidur di rumah sakit untuk penanganan pasien COVID-19, terutama dalam masa darurat sekarang ini. Kementerian Kesehatan didorong bekerjasama dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), rumah sakit swasta dan pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan tempat tidur tersebut.
Menjawab hal itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa ketersediaan tempat tidur di semua rumah sakit di Indonesia ini sekitar 389 ribu. Di awal tahun sudah dikeluarkan instruksi agar 30 persen atau sekitar 130 ribu tempat tidur dialokasikan untuk pasien COVID-19.
Sebelum Idul Fitri jumlah pasien COVID-19 mencapai 23 ribu orang, sedangkan jumlah tempat tidur bagi pasien COVID-19 adalah 75 ribu unit.
Namun dalam lima pekan terakhir, jumlah pasien COVID-19 melonjak menjadi 81 ribu dan jumlah tempat tidur dinaikkan menjadi 98 ribu unit.
Budi mengakui penambahan tempat tidur bagi pasien COVID-19 di tujuh provinsi yang diberlakukan PPKM darurat masih rendah. Hingga Sabtu lalu (3/7) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memiliki jumlah tempat tidur paling tinggi, yakni 20.548 tempat tidur pasien COVID-19 dari total 38.794 tempat tidur (53 persen), kemudian Jawa Barat sebanyak 17.977 dari total 56.975 tempat tidur (32 persen).
Disusul Banten sebanyak 4.458 dari total 14.586 tempat tidur (31 persen), Jawa Tengah sebanyak 14.796 dari total 49.857 tempat tidur (30 persen), Jawa Timur sebanyak 15.588 dari total 53.955 tempat tidur (29 persen), Bali sebanyak 2.016 dari total 8.385 tempat tidur (24 persen), dan Yogyakarta sebanyak 1.805 dari total 8.003 tempat tidur (23 persen).
Kelangkaan Obat
Komisi IX juga mendesak Kementerian Kesehatan segera mengatasi kelangkaan obat bagi penderita COVID-19. Berbagai laporan tentang kelangkaan obat COVID-19 ini muncul sejak dimulainya pemberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat sejak 3 Juli lalu.
"Kelangkaan obat ini tentu saja akan langsung berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kematian karena COVID-19. Ada indikasi kelangkaan ini juga akibat lemahnya pengawasan terhadap harga obat COVID-19 yang dijual di apotik yang bisa disebabkan adanya penimbunan obat oleh oknum yang harus segera ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtunewe.
PERSI: Penambahan Tempat Tidur dan Ruang Perawatan Harus Diimbangi dengan Penambahan Tenaga Kesehatan
Dalam kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia Partakusuma menjelaskan soal penurunan kinerja tenaga kesehatan karena banyak yang tertular virus mematikan ini meskipun telah divaksinasi.
"Mungkin karena apa? Karena sangat banyaknya beban dan dengan penambahan tempat tidur itu sering kali jam kerja dari para SDM (tenaga medis) ini ditambah. Kami tidak bisa mengusahakan agar mengurangi kepadatan kerja mereka sehingga banyak sekali mereka yang mengalami penurunan imunitas, sehingga vaksinasinya sudah ada tetapi tetap bisa tertular. Akhirnya yang sudah tertular tentu mereka harus diisolasi dan tidak bisa bekerja," tutur Lia.
Lia mengatakan tenaga medis yang memiliki komorbid dan usia lanjut usia juga sudah dilarang bertugas.
Lia menggarisbawahi pentingnya menyeimbangkan penambahan ruangan tempat tidur dan perawatan pasien dengan penambahan tenaga kesehatan yang kompeten.
Hingga 28 Juni lalu, lanjut Lia, jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena terinfeksi COVID-19 sebanyak 1.031 orang. [fw/em]