Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi mengatakan pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah dalam menghadapi lonjakan kasus COVID-19 di Tanah Air. Langkah-langkah tersebut di antaranya menjamin pasokan produk farmasi dan alat Kesehatan, seperti oksigen, selama PPKM Darurat di Jawa dan Bali. Selain itu, pemerintah juga akan menyiapkan rumah sakit atau tenda peleton untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
"Kita menyadari ketersediaan oksigen terbatas. Maka pemerintah akan terus mengusahakan dan mencari oksigen secara maksimal dengan berbagai cara, baik dari industri lokal maupun menyiapkan opsi impor," jelas Jodi Mahardi dalam konferensi pers daring, Minggu (4/7/2021).
Jodi menambahkan pemerintah juga telah meminta Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi program percepatan pengadaan produk farmasi dan alat kesehatan. Pemerintah, katanya, akan memberikan hukuman bagi orang yang mengeksploitasi situasi PPKM darurat demi keuntungan pribadi.
Selain jaminan pasokan produk farmasi dan alat kesehatan, menurut Jodi, pemerintah juga akan mewajibkan warga negara asing (WNA) yang masuk ke Indonesia mengantongi kartu atau bukti telah divaksin virus corona. Sementara bagi WNI yang belum divaksinasi, harus menunjukkan hasil PCR (polymerase chain reaction) negatif COVID-19 sebelum kedatangan. Baik WNA maupun WNI harus menjalani karantina selama delapan hari dengan menjalankan dua kali tes PCR yang dilakukan pada saat kedatangan dan hari ketujuh.
"Menkumham dan Satgas Penanganan COVID-19 akan memastikan aparat dan petugas bandara melakukan penjagaan lebih ketat di titik kedatangan internasional dan perbatasan," tukasnya.
Sementara itu, inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk memimpin PPKM Darurat. Ia beralasan Luhut tidak memiliki kapasitas yang mumpuni dalam menghadapi krisis kesehatan. Ia khawatir kesalahan penunjukan ini malah akan mengurangi keberhasilan pemerintah dalam penanganan virus corona. Apalagi, menurutnya, paradigma Kementerian Investasi adalah lebih mengutamakan faktor ekonomi ketimbang kesehatan masyarakat.
Menurutnya, presiden semestinya menunjuk Kementerian Kesehatan dan lembaga riset yang memiliki kapasitas dalam menangani krisis kesehatan.
"Karena ini virus baru memerlukan studi dan percepatan temuan pengetahuan baru terkait virus corona. Jadi harus didukung dengan lembaga-lembaga studi yang mumpuni," jelas Irma kepada VOA, Minggu (4/7).
Irma menambahkan jaminan pemerintah untuk produk farmasi dan alat kesehatan semestinya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Sebab, pantauan LaporCovid-19 menunjukkan banyak pihak yang kesulitan untuk mengakses rumah sakit dan mendapatkan produk farmasi. Berdasarkan penelusuran LaporCovid-19, sedikitnya 265 orang yang terinfeksi virus corona meninggal dengan kondisi sedang isolasi mandiri di rumah, saat mereka berupaya mencari fasilitas kesehatan, dan ketika menunggu antrean di IGD Rumah Sakit. Kematian di luar fasilitas kesehatan ini, katanya, terjadi hanya selama bulan Juni 2021 hingga 2 Juli 2021.
Irma juga menyambut baik syarat vaksinasi dan karantina delapan hari bagi orang yang masuk ke wilayah Indonesia. Namun, menurutnya pemerintah bisa lebih tegas dengan menutup perbatasan Indonesia di tengah lonjakan kasus virus corona. [sm/ah]