Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I 2021 akan tumbuh sekitar 3,1-3,3 persen. Ia melihat perekonomian pada periode ini menunjukkan perbaikan, walaupun pada kuartal pertama sempat berada pada level minus 0,78 persen. Meski begitu, kondisi ini akan berbeda dengan semester II, karena adanya lonjakan kasus COVID-19 yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir menyusul menyebarnya varian delta.
Pertumbuhan ekonomi pada semester II nanti, ujarnya,bergantung kepada berapa lama kenaikan kasus dan kebijakan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ) Darurat diberlakukan.
“Kalau terjadi kasus atau skenario yang cukup moderat, yaitu bulan Juli sudah bisa dikendalikan dan pada Agustus sudah mulai ada aktivitas yang normal. Atau terjadi kemudian restriksinya dikurangi maka ekonomi masih akan bisa tumbuh pada kondisi pertumbuhan di atas empat persen, atau bahkan mendekati lima persen di kuartal ketiga,” ungkap Sri Mulyani dalam telekonferensi pers, usai Sidang Kabinet Paripurna dengan Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Senin (5/7).
Namun, apabila kebijakan pengetatan tersebut diperpanjang, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga diprediksi bisa turun di bawah empat persen. Hal ini, katanya perlu diwaspadai.
“Untuk itu, pengetatan imunitas yang bisa dimunculkan di masyarakat melalui vaksinasi menjadi syarat yang penting. Dan juga pelaksanaan prokes. Sehingga kondisi dari COVID-19 tetap bisa dikendalikan namun pemulihan ekonomi juga tetap bisa dipertahankan,” jelasnya.
Target Vaksinasi 3 Juta Dosis Per Hari
Presiden Jokowi, ujar Sri Mulyani, berencana menaikkan target vaksinasi massal COVID-19 hingga 3 juta dosis per hari. Strategi percepatan vaksinasi ini diharapkan bisa mempercepat pengendalian pandemi COVID-19 di tanah air, apalagi bila dilangsungkan dengan memperkuat strategi “3T” (testing, tracing, treatment) dan sosialisasi protokol kesehatan “5M” kepada masyarakat secara lebih massif.
Guna mencapai target vaksinasi ini, pemerintah akan menggunakan seluruh sumber daya yang ada di kementerian/lembaga, TNI/Polri, BKKBN, pemerintah daerah, serta swasta untuk melakukan vaksinasi pada pagi, siang, sore bahkan malam hari.
“Akselerasi vaksinasi ini menjadi syarat yang sangat penting. Dan oleh karena itu, kenaikan jumlah yang divaksin untuk bisa mencapai bahkan 2 juta per hari atau bahkan kalau kita ingin selesaikan sebelum akhir tahun ini maka diperlukan vaksinasi hingga 3 juta per hari pada periode Oktober-November yang akan datang,” kata Sri Mulyani.
Menurutnya, vaksinasi merupakan salah satu syarat yang penting untuk bisa menjaga ketahanan masyarakat dari COVID-19, sehingga pemulihan perekonomian bisa dipertahankan.
Perkuat Jaringan Pengaman Sosial
Seiring dengan dilakukannya kebijakan PPKM Darurat, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memperkuat jaringan pengaman sosial untuk masyarakat yang membutuhkan. Ia menjelaskan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini untuk pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19 selalu ditingkatkan terutama untuk sektor kesehatan.
“Nah, untuk dukungan kesehatan tahun 2021 akan mengalami kenaikan lagi., yaitu program di dalam pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19 untuk dukungan kesehatan akan mencapai Rp193,93 triliun. Ini naik dari yang kemarin kita telah sampaikan Rp172 triliun dan naik lagi jadi Rp182 triliun dan ini naik ke Rp193 triliun. Jadi terjadi kenaikan yang sangat tinggi di bidang kesehatan,” jelasnya.
Anggaran di sektor kesehatan ini digunakan pemerintah untuk memperkuat strategi “3T”, biaya perawatan pasien COVID-19, insentif tenaga medis, santunan kematian, pembelian obat-obatan dan pembelian jutaan dosis vaksin COVID-19.
Kemudian, untuk perlindungan sosial, sesuai dengan instruksi presiden, pemerintah menaikkan jumlah sasaran dalam program keluarga harapan (PKH) dari semula 15,95 juta menjadi 18,8 juta, yang akan dibayarkan pada Juli ini.
“Demikian juga untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa yang sekarang ini baru mencapai 5 juta bisa dinaikkan sesuai pagu di 8,8 juta target. Dan kartu prakerja untuk penyerapan batch kedua bisa dilaksanakan pada Juli. Untuk bansos ini, bantuan kuota internet para siswa, mahasiswa, serta tenaga pendidik sebanyak 27,67 juta. Untuk siswa, mahasiswa, tenaga pendidik, guru dosen akan tetap diberikan,” katanya.
Selain itu, diskon biaya listrik kepada 32,6 juta pelanggan akan diperpanjang menjadi sembilan bulan sampai September dari semula hanya enam bulan.
“Kemudian untuk pelaksanaan PPKM mikro kita akan bayarkan bantuan produktif ultra mikro 3 juta penerima baru. Ini akan dilakukan antara Juli hingga September. Alokasinya total Rp 3,6 triliun,” tuturnya.
Pemulihan Ekonomi Butuh Waktu
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Wahyu mengatakan, pertumbuhan ekonomi tanah air pada semester II diprediksi masih akan berada di bawah empat persen. Pasalnya, efektivitas kebijakan PPKM Darurat baru akan terlihat dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, menurutnya ketika kebijakan pengetatan ini dicabut pada 20 Juli mendatang, kepercayaan masyarakat untuk bisa beraktivitas belum sepenuhnya pulih.
“Jadi masyarakat otomatis belum akan spending atau akan mobile seperti biasanya. Tetapi butuh waktu, terlebih lagi jika memang kasus masih tinggi atau tingkat ketersediaan tempat tidur di rumah sakit masih rendah. Jadi prediksi saya masih akan sangat sulit untuk tumbuh di atas empat persen pada semester-2. Masih di bawah empat persen,” ujarnya kepada VOA.
Meski begitu, jika dilihat dari sisi lain apabila memang pertumbuhan ekonomi dapat mencapai empat persen menjadi suatu hal yang cukup baik dengan catatan kondisi pandemi COVID-19 dapat terkendali. Ia yakin, apabila pemerintah berhasil mengendalikan situasi ini, maka lompatan pertumbuhan ekonomi ke depan akan jauh lebih pesat.
“Yang berbahaya itu adalah buka tutup, buka tutup, selamanya kita akan kembali kepada tempat yang sama ketika ekonomi buka tutup, ketika second wave melonjak, dan tidak bisa teratasi,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa langkah pemerintah untuk mengakselerasi vaksinasi menjadi 3 juta dosis per hari merupakan langkah yang tepat. Hal ini, katanya juga dilakukan oleh negara-negara yang mengalami lonjakan kasus COVID-19 secara signifikan yakni India, Brazil, Uruguay dan Inggris, di samping memperkuat strategi penanganan pandemi lainnya.
“Ini adalah pelajaran dari negara lain juga seperti Brazil, India, dan Uruguay termasuk Inggris, di mana ketika second wave terjadi maka yang mereka kejar adalah vaksin, vaksin dan vaksin. Jadi memang pembatasan sosial dengan karakteristik masyarakat yang sangat padat seperti di India, itu sangat sulit dilakukan, tapi apa yang dilakukan oleh India adalah mereka sebetulnya relatif sigap untuk mempercepat proses vaksinasi,” tuturnya.
Tidak lupa, ia mengingatkan kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan lebih ketat terkait penyaluran bantuan sosial pada masa PPKM darurat ini. Berdasarkan pengalaman sebelumnya sudah terbukti bahwa masih banyak masyarakat yang membutuhkan, yang tidak mendapatkan bantuan tersebut. Hal ini tentunya sangat disayangkan, mengingat banyak realokasi anggaran yang cukup besar untuk memperkuat jaringan pengaman sosial tersebut.
“Tapi persoalan sesungguhnya adalah bukan jumlah tapi pengalokasiannya. Pengalokasiannya yang belum sesuai dengan sasaran. Misalnya banyak penerima kartu pra kerja, justru bukan orang yang seharusnya menerima, belum lagi BLT Desa, karena kondisi serba darurat sekarang, akhirnya chaos jadi data-data di daerah itu manipulatif yang dilakukan oleh pengelola maupun memang kesalahan administrasi. Jadi kekacauan ini mengakibatkan uang itu tidak sampai ke masyarakat yang membutuhkan,” pungkasnya. [gi/ab]