JAKARTA —
Beberapa pengamat beragam dalam berpendapat soal proses negosiasi ulang kontrak karya antara pemerintah dengan PT. Freeport dan pemerintah dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Ada yang mengatakan proses negosiasi berjalan lambat, bahkan ada juga yang pesimistis kesepakatan akan tercapai karena posisi tawar pemerintah selalu lemah.
Namun menurut pengamat pertambangan dari ITB, Irwandi Arif kepada VOA di Jakarta Jumat (6/6) mengatakan ia justru optimistis kesepakatan akan tercapai dalam waktu dekat.
“Ini pengaruh waktu saja ya dan saya mengharapkan masalah renegosiasi ini bisa cepat selesai juga, memenuhi enam kriteria itu. Freeport tinggal dua kalau nggak salah, satu masalah smelter, satu masalah divestasi, kapan itu tercapainya kita belum tahu, tetapi prinsip dari pemerintah bahwa nilai tambah dimineral itu dari undang-undang dan itu bukan hal yang sederhana ya,” kata Irwandi Arif.
Mulai Jumat 6 Juni 2014, PT. Newmont Nusa Tenggara menonaktifkan sekitar 3.500 karyawan karena belum berhasilnya kesepakatan antara pemerintah dan Newmont terkait larangan ekspor bahan tambang mentah. Menanggapi hal tersebut, Irwandi Arif mengatakan kondisi terpahit dari proses negosiasi ulang kontrak karya adalah karyawan menjadi korban.
“Pemerintah maupun Newmont atau Freeport tidak mau sebenarnya memutuskan pekerja tetapi ini harus juga merupakan suatu hal yang harus dihadapi kalau misalnya memang kesepakatan itu tidak tercapai, saya kira masih banyak pertimbangan dari kedua belah pihak untuk mencapai suatu kesepakatan,” jelas Irwandi Arif.
Sebelumnya, Menko bidang Perekonomian, Chairul Tanjung mengatakan sejak awal pemerintah fokus pada enam masalah dalam proses negosiasi ulang kontrak karya dan pemerintah tidak akan keluar dari koridor enam permasalahan tersebut. Keenamnya adalah mengenai batasan luas wilayah, royalty, divestasi saham, kewajiban pengolahan dan pemurnian, tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri serta perpanjangan kontrak.
“Bolanya sekarang bukan di tangan pemerintah Indonesia, bolanya di tangan PT.Freeport dan PT. Newmont untuk menyelesaikan masalah perjanjiannya dengan pemerintah Indonesia, apabila itu sudah diselesaikan maka akan berlanjut,” kata Menko Perekonomian Chairul Tanjung.
Menko Chairul Tanjung juga menegaskan PT. Freeport dan PT.Newmont Nusa Tenggara tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hal tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Menurut Menko Chairul Tanjaung kemungkinan yang dilakukan Freeport dan Newmont adalah menonaktifkan sementara para pegawai namun tetap mendapat gaji pokok.
“Prinspi lay off itu tidak ada karena kita semua sudah menyepakati hal-hal bahwa kita semua sudah tidak ada masalah yang prinsip sebenarnya dari kedua perusahaan, tetapi tinggal masalah-masalah teknis, masalah wording, hal-hal lain yang nanti akan dinegosiasikan secara lebih detil antara pemerintah Republik Indonesia dengan kedua perusahaan tersebut,” lanjutnya.
Meski Freeport dan Newmont bersedia membangun smelter besama dan juga melibatkan PT. Aneka Tambang di Gresik, Jawa Timur, persoalan proses negosiasi ulang kontrak karya belum juga ada titik temu. Namun pemerintah menargetkan sebelum masa kerja pemerintahan Presiden Yudhoyono berakhir, kesepakatan sudah dicapai.
Namun menurut pengamat pertambangan dari ITB, Irwandi Arif kepada VOA di Jakarta Jumat (6/6) mengatakan ia justru optimistis kesepakatan akan tercapai dalam waktu dekat.
“Ini pengaruh waktu saja ya dan saya mengharapkan masalah renegosiasi ini bisa cepat selesai juga, memenuhi enam kriteria itu. Freeport tinggal dua kalau nggak salah, satu masalah smelter, satu masalah divestasi, kapan itu tercapainya kita belum tahu, tetapi prinsip dari pemerintah bahwa nilai tambah dimineral itu dari undang-undang dan itu bukan hal yang sederhana ya,” kata Irwandi Arif.
Mulai Jumat 6 Juni 2014, PT. Newmont Nusa Tenggara menonaktifkan sekitar 3.500 karyawan karena belum berhasilnya kesepakatan antara pemerintah dan Newmont terkait larangan ekspor bahan tambang mentah. Menanggapi hal tersebut, Irwandi Arif mengatakan kondisi terpahit dari proses negosiasi ulang kontrak karya adalah karyawan menjadi korban.
“Pemerintah maupun Newmont atau Freeport tidak mau sebenarnya memutuskan pekerja tetapi ini harus juga merupakan suatu hal yang harus dihadapi kalau misalnya memang kesepakatan itu tidak tercapai, saya kira masih banyak pertimbangan dari kedua belah pihak untuk mencapai suatu kesepakatan,” jelas Irwandi Arif.
Sebelumnya, Menko bidang Perekonomian, Chairul Tanjung mengatakan sejak awal pemerintah fokus pada enam masalah dalam proses negosiasi ulang kontrak karya dan pemerintah tidak akan keluar dari koridor enam permasalahan tersebut. Keenamnya adalah mengenai batasan luas wilayah, royalty, divestasi saham, kewajiban pengolahan dan pemurnian, tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri serta perpanjangan kontrak.
“Bolanya sekarang bukan di tangan pemerintah Indonesia, bolanya di tangan PT.Freeport dan PT. Newmont untuk menyelesaikan masalah perjanjiannya dengan pemerintah Indonesia, apabila itu sudah diselesaikan maka akan berlanjut,” kata Menko Perekonomian Chairul Tanjung.
Menko Chairul Tanjung juga menegaskan PT. Freeport dan PT.Newmont Nusa Tenggara tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hal tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Menurut Menko Chairul Tanjaung kemungkinan yang dilakukan Freeport dan Newmont adalah menonaktifkan sementara para pegawai namun tetap mendapat gaji pokok.
“Prinspi lay off itu tidak ada karena kita semua sudah menyepakati hal-hal bahwa kita semua sudah tidak ada masalah yang prinsip sebenarnya dari kedua perusahaan, tetapi tinggal masalah-masalah teknis, masalah wording, hal-hal lain yang nanti akan dinegosiasikan secara lebih detil antara pemerintah Republik Indonesia dengan kedua perusahaan tersebut,” lanjutnya.
Meski Freeport dan Newmont bersedia membangun smelter besama dan juga melibatkan PT. Aneka Tambang di Gresik, Jawa Timur, persoalan proses negosiasi ulang kontrak karya belum juga ada titik temu. Namun pemerintah menargetkan sebelum masa kerja pemerintahan Presiden Yudhoyono berakhir, kesepakatan sudah dicapai.