Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto dalam keterangan persnya di Jakarta Sabtu (4/8), meminta publik dan media massa lebih objektif dan tidak mempertentangkan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri dalam penyelesaian dugaan kasus korupsi pengadaan alat simulator kenderaan bermotor di institusi Polri.
“Mencermati polemik dan dinamika yang terjadi, diskursus yang cenderung tidak sehat antara kedua lembaga ini (KPK-Polri) di depan publik. Harus dicarikan solusinya, karena kita harus fokus pada proses hukumnya bukan fokus pada pertentangan siapa yang berhak,” ungkap Djoko Suyanto.
Menko Polhukam Djoko Suyanto optimis pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut akan berjalan lebih transparan dan objektif.
Djoko menambahkan, “Kita dorong kedua lembaga ini (Polri dan KPK) untuk lebih bersinergi, kita monitor kedua lembaga ini , kasus ini ditangani dengan baik atau tidak, serius atau tidak.”
Baru-baru ini, pihak KPK menjerat dua jenderal polisi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat simulator untuk surat ijin mengemudi (SIM) dengan nilai proyek mencapai Rp 198 Miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Brigjen Polisi DP, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM tahun 2011.
Kepada pers, Ketua KPK, Abraham Samad di Jakarta, Kamis (3/8) menjelaskan, selain DP, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yang terkait kasus ini, yaitu BS dan SB,keduanya merupakan para penanggungjawab perusahaan yang menjadi mitra Polri.
Pengamat Keuangan Negara Deny Purwo Sambodo, alumni pasca sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan optimismenya, bahwa pengungkapan kasus korupsi yang diduga melibatkan aparat kepolisian ini akan lebih transparan dan objektif.
“Di dalam konteks untuk menjaga objektifitas dan independensi, termasuk juga dalam rangka menjaga kepercayaan publik , dalam pandangan saya, lebih baik diserahkan ke KPK, terlepas apakah polisi punya persepsi dia merasa lebih dulu melakukan penyidikan atau tidak,” ujar Deny Purwo Sambodo.
Beberapa warga masyarakat memiliki komentar beragam terkait pengungkapan kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi Polri. Warga optimis KPK dan Polri akan lebih bersatu dalam mengungkap setiap kasus dugaan korupsi di tanah air.
Anugerah Jaya (35) warga Jakarta Pusat mengatakan.
Anugerah mengatakan, “Kapolri harusnya memfasilitasi , membuka ruang KPK untuk menyelesaikan kasus ini setuntas-tuntasnya, itu baru kita angkat tangan dengan Polri, tapi kalau tidak ini patut kita pertanyakan.”
Sementara, Jono Misjono (31), seorang pedagang di sekitar Menteng Jakarta Pusat mengatakan, “Demi penegakkan hukum, peran kepolisian cukup diperlukan, terutama untuk mendukung KPK dalam memberantas korupsi."
Dalam publikasinya melalui jejaring sosial Sabtu (4/8), terkait penanganan kasus Pengadaan Simulator SIM Di Korlantas Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Drs. Boy Rafli Amar menegaskan, semua pihak tidak perlu khawatir, pihak kepolisian akan memproses secara akuntabel, transparan dan sesuai aturan terhadap kasus tersebut.
Dalam situs resmi Kepresidenan RI Jumat (3/8), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto untuk segera berkomunikasi dengan Kapolri dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar kedua lembaga tersebut bersinergi menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator alat uji Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang ada di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.
Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan,tidak ada konflik antara Polri dan KPK dalam menangani kasus yang telah dilaporkan kepada Presiden SBY tersebut.
Menurut Julian, masing-masing instansi penegak hukum, baik Polri maupun KPK, memiliki kewenangan berdasarkan Undang Undang.
Baru-baru ini, para aktivis pegiat antikorupsi dari sejumlah organisasi di Jakarta,antara lain Transparency International Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kontras, LBH Jakarta dan Imparsial, mendesak kepolisian agar menghentikan penyidikan atas dugaan kasus korupsi pengadaan Simulator SIM tersebut.
Para aktivis menyatakan biasanya proses hukum terhadap para perwira tinggi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berhenti di tengah jalan, jika ada sanksi yang diterapkan hanya pada level pelanggaran etik saja.
“Mencermati polemik dan dinamika yang terjadi, diskursus yang cenderung tidak sehat antara kedua lembaga ini (KPK-Polri) di depan publik. Harus dicarikan solusinya, karena kita harus fokus pada proses hukumnya bukan fokus pada pertentangan siapa yang berhak,” ungkap Djoko Suyanto.
Menko Polhukam Djoko Suyanto optimis pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut akan berjalan lebih transparan dan objektif.
Djoko menambahkan, “Kita dorong kedua lembaga ini (Polri dan KPK) untuk lebih bersinergi, kita monitor kedua lembaga ini , kasus ini ditangani dengan baik atau tidak, serius atau tidak.”
Baru-baru ini, pihak KPK menjerat dua jenderal polisi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat simulator untuk surat ijin mengemudi (SIM) dengan nilai proyek mencapai Rp 198 Miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Brigjen Polisi DP, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM tahun 2011.
Kepada pers, Ketua KPK, Abraham Samad di Jakarta, Kamis (3/8) menjelaskan, selain DP, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yang terkait kasus ini, yaitu BS dan SB,keduanya merupakan para penanggungjawab perusahaan yang menjadi mitra Polri.
Pengamat Keuangan Negara Deny Purwo Sambodo, alumni pasca sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan optimismenya, bahwa pengungkapan kasus korupsi yang diduga melibatkan aparat kepolisian ini akan lebih transparan dan objektif.
“Di dalam konteks untuk menjaga objektifitas dan independensi, termasuk juga dalam rangka menjaga kepercayaan publik , dalam pandangan saya, lebih baik diserahkan ke KPK, terlepas apakah polisi punya persepsi dia merasa lebih dulu melakukan penyidikan atau tidak,” ujar Deny Purwo Sambodo.
Beberapa warga masyarakat memiliki komentar beragam terkait pengungkapan kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi Polri. Warga optimis KPK dan Polri akan lebih bersatu dalam mengungkap setiap kasus dugaan korupsi di tanah air.
Anugerah Jaya (35) warga Jakarta Pusat mengatakan.
Anugerah mengatakan, “Kapolri harusnya memfasilitasi , membuka ruang KPK untuk menyelesaikan kasus ini setuntas-tuntasnya, itu baru kita angkat tangan dengan Polri, tapi kalau tidak ini patut kita pertanyakan.”
Sementara, Jono Misjono (31), seorang pedagang di sekitar Menteng Jakarta Pusat mengatakan, “Demi penegakkan hukum, peran kepolisian cukup diperlukan, terutama untuk mendukung KPK dalam memberantas korupsi."
Dalam publikasinya melalui jejaring sosial Sabtu (4/8), terkait penanganan kasus Pengadaan Simulator SIM Di Korlantas Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Drs. Boy Rafli Amar menegaskan, semua pihak tidak perlu khawatir, pihak kepolisian akan memproses secara akuntabel, transparan dan sesuai aturan terhadap kasus tersebut.
Dalam situs resmi Kepresidenan RI Jumat (3/8), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto untuk segera berkomunikasi dengan Kapolri dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar kedua lembaga tersebut bersinergi menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator alat uji Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang ada di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.
Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan,tidak ada konflik antara Polri dan KPK dalam menangani kasus yang telah dilaporkan kepada Presiden SBY tersebut.
Menurut Julian, masing-masing instansi penegak hukum, baik Polri maupun KPK, memiliki kewenangan berdasarkan Undang Undang.
Baru-baru ini, para aktivis pegiat antikorupsi dari sejumlah organisasi di Jakarta,antara lain Transparency International Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kontras, LBH Jakarta dan Imparsial, mendesak kepolisian agar menghentikan penyidikan atas dugaan kasus korupsi pengadaan Simulator SIM tersebut.
Para aktivis menyatakan biasanya proses hukum terhadap para perwira tinggi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berhenti di tengah jalan, jika ada sanksi yang diterapkan hanya pada level pelanggaran etik saja.