China menjadi negara terakhir yang dikunjungi Kerry dalam lawatannya ke tiga negara Asia; setelah Laos dan Kamboja.
Lawatan itu dilakukan hanya beberapa minggu setelah Korea Utara mengumumkan telah melakukan apa yang dikatakannya keberhasilan ujicoba bom hidrogen; langkah yang menuai kecaman keras dari Korea Selatan, dan juga negara-negara kuat dunia. Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Tony Blinken melakukan perjalanan ke Asia sebelum lawatan Kerry, di mana ia membahas tindakan Korea Utara dengan rekan-rekannya dari Jepang dan Korea Selatan, yang menyatakan bahwa mereka bersatu dengan tegas.
Blinken mengatakan, "Kami mengecam keras ujicoba ini, dan bertekad menghukum Republik Demokratik Rakyat Korea karena menantang kewajiban internasionalnya."
Kunci untuk mencegah upaya tersebut adalah China, sumber kehidupan ekonomi Korea Utara. Tetapi, China selama ini dikritik karena tidak mau menggunakan posisi kuatnya untuk menekan Korea Utara.
Hong Lei, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan, "Saat ini, situasi di Semenanjung Korea sangat sensitif. Kami berharap negara-negara yang berkepentingan bisa bertindak sebagaimana mestinya guna menjaga perdamaian dan stabilitas wilayah."
Tetapi, China harus mempertimbangkan kepentingan yang saling berlawanan, ujar analis.
Scott Snyder pada Dewan Hubungan Luar Negeri mengatakan, "Bagi China, kesulitannya adalah menyeimbangkan kebutuhan untuk menghukum Korea Utara dan kekhawatiran tentang stabilitas di negara itu. Jadi, mereka ingin menekan tetapi tidak terlalu keras."
Snyder menambahkan, kesulitan bagi Amerika adalah meyakinkan China bahwa menghukum Korea Utara tidak akan merugikan kepentingannya sendiri. [ka/ii]