Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo mengatakan kepada kantor berita AFP pada Senin (4/3) bahwa negaranya ingin menyelesaikan sengketa maritim dengan China secara damai – tetapi ia menyampaikan pesan sederhana kepada Beijing: “berhenti melecehkan kami.”
Berbicara di sela-sela KTT ASEAN-Australia di Melbourne, Manalo membela kebijakan pemerintahnya yang mempublikasikan manuver-manuver China di wilayah maritim yang diperebutkan – termasuk lewatnya kapal-kapal perang Beijing baru-baru ini di dekat Beting Scarborough.
“Ini hanya upaya kami memberi tahu masyarakat tentang apa yang terjadi,” kata Manalo. “Beberapa negara atau setidaknya satu negara keberatan menghadapi fakta ini.”
"Tetapi penjelasan sederhana kami adalah jika Anda berhenti melecehkan kami dan, mungkin melakukan tindakan lain, tidak akan ada berita apa pun untuk dilaporkan," tambah Manalo.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos juga berterus terang ketika ia muncul pada Senin malam di sebuah acara yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga pemikir Australia.
“Kami tidak akan pernah menyerahkan satu inci pun wilayah dan yurisdiksi maritim kami,” ujarnya di sela-sela KTT ASEAN di Melbourne.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, dan mengabaikan klaim sejumlah negara Asia Tenggara.
Beting Scarborough – rangkaian terumbu dan bebatuan berbentuk segitiga di Laut China Selatan yang disengketakan – telah menjadi titik konflik antara kedua negara sejak China merebutnya dari Filipina pada tahun 2012.
“Sikap China mengenai masalah Laut China Selatan konsisten dan jelas,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada hari Senin sebagai tanggapan atas komentar Manalo.
“Penyebab permasalahan maritim akhir-akhir ini adalah Filipina sering melakukan tindakan provokatif di Laut Cina Selatan yang melanggar hak-hak kami,” katanya.
Fokus pada Pemilu AS
Pemerintah Filipina telah mencoba menggalang dukungan internasional dan regional untuk tujuan mereka – dengan hasil yang beragam.
“Filipina berkomitmen terhadap penyelesaian sengketa secara damai melalui cara diplomatik, atau cara damai,” kata Manalo, sambil menegaskan bahwa “hal ini tidak akan dilakukan dengan mengorbankan kepentingan nasional kita.”
“Kami menjangkau mitra-mitra di negara-negara yang berpikiran sama yang memiliki permasalahan dan keprihatinan serupa.”
Namun Manalo mengakui setidaknya ada tanda tanya kecil mengenai dukungan dari mitra keamanan terpenting Filipina – Amerika Serikat.
Kedua negara adalah sekutu perjanjian, yang berarti Washington telah secara resmi berjanji untuk membela Manila jika terjadi konflik militer.
Ketika ditanya tentang pemilihan presiden bulan November – yang akan mempertemukan petahana Joe Biden dengan tokoh Partai Republik Donald Trump, dia mengatakan itu adalah topik yang sering diperdebatkan secara tertutup.
“Setiap negara di dunia mungkin memikirkan hal itu, tentu saja. Amerika Serikat adalah negara besar dan merupakan sekutu perjanjian Filipina. Jadi jelas, setiap perbedaan atau perubahan dalam kebijakan AS yang ada kemungkinan besar akan memiliki semacam dampak.”
“Pada tahap ini, cukup sulit untuk menilai bagaimana hal itu akan terjadi, atau apa yang akan terjadi,” katanya.
“Tapi yang bisa saya katakan adalah kami, tentu saja, memantau dengan cermat musim pemilu di Amerika Serikat, namun saya sudah melakukan pembicaraan dengan banyak rekan saya dari negara lain, dan saya pikir semua orang juga melakukan hal yang sama.”
"Jadi tentu saja semua mata akan tertuju pada pemilu AS tahun ini." [ab/uh]
Forum