Tautan-tautan Akses

Menlu Tekankan Pentingnya Keberagaman di Tengah Konflik Global


Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam acara International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy di Jakarta, Rabu (10/7) tekankan pentingnya keberagaman dan toleransi di tengah konflik global yang masih terjadi (Ghita/VOA)
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam acara International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy di Jakarta, Rabu (10/7) tekankan pentingnya keberagaman dan toleransi di tengah konflik global yang masih terjadi (Ghita/VOA)

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menekankan keberagaman dalam segi apapun harus terus digaungkan di tingkat global untuk menciptakan perdamaan.

Menlu Retno menyampaikan pesan tersebut ketika membuka "International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy" yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) dan Institut Leimena di Jakarta, Rabu (10/7).

Menlu mengatakan, sampai detik ini perdamaian merupakan suatu hal mendesak yang harus dicapai dan masih sulit untuk diwujudkan karena lanskap global yang kompleks.

“Dari perang di Ukraina hingga situasi di Afghanistan dan Palestina, mempertanyakan eksistensi solidaritas dan kemanusiaan. Lebih dari 37.000 orang terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, semua kekejaman harus dihentikan. Manusia dan kemanusiaan harus ditempatkan sebagai prioritas utama,” ungkap Menlu Retno.

Guna menyelesaikan berbagai konflik terbuka ini, kata Retno, dibutuhkan kesediaan pihak-pihak yang bertikai untuk terlibat dalam sebuah dialog yang konstruktif.

Sebenarnya, kata Retno, berbagai konflik yang ada tidak terkait erat dengan agama, namun seringkali elemen agama dihadirkan sehingga meningkatkan ketegangan.

“Oleh karena itu upaya dan pemahaman tentang keberagaman menjadi penting dan harus terus dipupuk. Kebebasan setiap agama harus dijamin secara hukum, keberagaman harus dihargai, dan jangan sampai perbedaan agama membuat kita saling membenci dan menimbulkan ketegangan. Inilah sebabnya mengapa Indonesia secara aktif bekerja sama dengan komunitasinternasional untuk (menjalankan) tiga agenda,” jelasnya.

Agenda pertama, jelas Retno ,adalah memperkuat toleransi. Retno menegaskan tanpa adanya toleransi, maka polarisasi sosial akan terus meningkat dan bahkan bisa menimbulkan konflik terbuka. Retno mencontohkan ASEAN sebenarnya tidak kebal terhadap permasalahan ini.

“Tanpa toleransi yang kuat, ASEAN tidak akan mampu bertahan selama lebih dari lima dekade dan mencapai integrasi yang lebih besar. Untuk itu, Indonesia mempromosikan prinsip Bhinneka Tunggal Ika untuk menumbuhkan pemahaman lintas agama dan lintas budaya. Kita harus terus menjunjung tinggi prinsip ini dalam menghadapi kompleksitas permasalahan global,” jelasnya.

Agenda kedua, menurut Retno, adalah mempromosikan inklusivitas. Retno menyatakan bahwa keyakinan yang beragam ini haruslah dilihat sebagai aset advokasi bagi perdamaian dunia. Ia berpendapat, ketika banyak orang dari berbagai latar belakang berpartisipasi dalam dialog yang cukup konstruktif maka solusi mengenai permasalahan ini akan semakin tajam.

“Kemarin saya mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan Grand Syekh Al Azhar. Kami berdiskusi tentang perdamaian dan toleransi. Bulan September nanti kita akan menerima Paus Fransiskus dari Vatikan. Dialog lintas agama merupakan bagian penting dari diplomasi Indonesia. Kita memiliki 34 negara mitra dialog lintas agama untuk berkolaborasi mempromosikan literasi lintas budaya dan agama,” tuturnya.

Untuk mengatasi situasi yang pelik di Afganistan, kata Retno, Indonesia juga seringkali melibatkan para ulama untuk berdialog dengan beberapa mitra Indonesia, dan membagikan kurikulum untuk membuka akses pendidikan bagi kaum perempuan di sana.

Agenda ketiga, dan yang tidak kalah pentingnya, kata Retno, adalah membina kolaborasi lintas agama. Retno menegaskan,perbedaan yang ada tidak boleh menghalangi semua pihak untuk saling menghormati dan berkolaborasi demi kemanusiaan.

“Perbedaan kita harus menjadi kekuatan dan aset, bukan kelemahan. Melalui dialog yang panjang dan kolaborasi lintas agama, mari kita bangun dunia yang lebih baik dan damai,” tegasnya.

Menlu Tekankan Pentingnya Keberagaman di Tengah Konflik Global
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:02 0:00

Direktur Eksekutif Institute Leimena Mathius Ho mengungkapkan Konferensi Internasional Literasi Keagamaan dan Lintas Budaya pada tahun ini merupakan yang kedua. Konferensi ini diadakan selama dua hari, 10-11 Juli 2024 di Jakarta, yang diikuti lebih dari 160 peserta baik dari dalam maupun luar negeri.
Pada sesi pembukaan hadir pula perwakilan dari 22 negara asing di Jakarta, termasuk sejumlah duta besar.

Mathias menjelaskan, Indonesia, sebagai penyelenggara dari Konferensi Internasional Literasi Keagamaan dan Lintas Budaya, merupakan gambaran keberagaman. Sebagai negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan memiliki slogan “Bhineka Tunggal Ika”, Indonesia seakan menunjukkan kepada dunia bagaimana bisa hidup berdampingan dan rukun meskipun banyak menghadapi tantangan.

“Itulah sebetulnya inti dari literasi lintas keagamaan dan lintas budaya. Itu inti dari program yang kami lakukan dengan sekitar 30 lembaga yang ada di Indonesia untuk melatih para guru, sekolah dan madrasah mulai dari TK sampai SMA, yang kemudian mendapat respon sangat baik. Intinya adalah bagaimana caranya kita bisa belajar satu dengan yang lain, menghargai perbedaan. Tidak hanya itu, kita bisa bekerja sama, bergotong royong,” ungkap Mathius.

Mathius menjelaskan, adapun tema dari konferensi kali ini adalah “Multi Faith Collaboration in inclusive Society”, yang mana lebih menyoroti bagaimana kerja sama masyarakat yang memiliki perbedaan seperti agama dan kepercayaan k bisa membangun komunitas yang inklusif.

“Sesuatu yang mungkin terdengar sangat sederhana di Indonesia. Tapi kalau kita lihat bagaimana di dunia saat ini menghadapi masalah seperti itu sebetulnya. Ketakutan, kekhawatiran terhadap yang berbeda. Apakah itu namanya Islamophobia, xenophobia dan sebagainya karena merasa asing dengan berbagai imigran dan lainnya yang berbeda dengan mereka. Dan disitulah kita melihat Indonesia punya percaya diri, bahwa pengalaman kita di sini perlu kita bagikan ke dunia,” jelasnya.

Sebagai negara yang tinggal di kawasan ASEAN lanjutnya, dalam konferensi ini juga pihaknya ingin memperlihatkan bagaimana ASEAN bisa hidup berdampingan secara baik selama bertahun-tahun meski ada perbedaan yang cukup beragam.

“Kita justru ingin mengajak bagaimana kita berbagi pengalaman, bagaimana kita mengelola keberagaman yang ada di wilayah ini (ASEAN), sehingga kita bisa bersama-sama membangun masyarakat yang inklusif dan semakin maju,” pungkasnya. [gi/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG