Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan upah mininum regional (UMR) para buruh sebaiknya ditetapkan setiap lima tahun agar buruh tidak terus berunjuk rasa karena sudah mendapat kepastian.
Kepada pers di Jakarta, Kamis (11/12), Saleh mengatakan penetapan itu mulai dari besaran awal hingga kenaikan per tahun sehingga para buruh juga mendapat kepastian tentang upah mereka, dan para pengusaha dapat menyiapkan anggaran sesuai penghitungan yang sudah disepakati.
“Tentu misalkan kalau dalam waktu lima tahun ini dibuat sudah satu kepastian misalnya tahun pertama naik sekian persen, tahun kedua naik sekian persen, tahun ketiga naik sekian persen sampai tahun kelima itu kan berarti sudah teratur. Nah, paling nggak bisa didasarkan kepada misalnya inflasi atau apa. Itu bisa dirumuskan, tapi paling nggak niatnya seperti itu," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Haryadi Sukamdani.
“Ke depannya kita mengharapkan harus dilakukan upaya pembahasan itu tidak setiap tahun, itu hanya akan membuat ketegangan setiap tahun dan menghabiskan energi dari kita semua untuk menghadapi tuntutan-tuntutannya yang menurut pandangan kami tidak pada tempatnya. Kita mengharapkan paling nggak tiga tahun sekalilah bisa dikaitkan dengan inflasi, jadi ada suatu kepastian," ujarnya.
Aksi unjuk rasa para buruh akhir-akhir ini menuntut upah minimum provinsi dan kota menjadi sekitar Rp 3,5 juta per bulan, naik dari sekitar Rp 2,7 juta per bulan. Upah tersebut dinilai para buruh tidak mencukupi terlebih lagi setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden, Jusuf Kalla berharap para buruh memahami persoalan upah minimum karena upah dikaitkan dengan produk yang dihasilkan.
Pemerintah, menurut Kalla tidak melarang aksi unjuk rasa, namun sebaiknya dilakukan para buruh dengan cara-cara pendekatan persuasif diantaranya dengan berdialog.
“Dalam satu ekonomi apalagi biaya pokok itu tergantung industrinya. Kalau industri katakanlah mobil motor, Rp 3,5 juta itu murah tapi industri katakanlah UKM, industri garmen, itu tinggi. Bahayanya nanti orang akan pasang mesin semua, akhirnya mengurangi tenaga kerja justru," ujarnya.
Hasil kajian The Global Competitiveness Report yang dikeluarkan September lalu menunjukkan bahwa daya saing produksi Indonesia serta tingkat efisiensi operasional iklim usaha Indonesia dan upah buruh pada 2014, dan diprediksi untuk 2015, berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Demikian halnya sektor unggulan, Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.