Selain bicara tentang kebijakan-kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dan menjaga keberlangsungan sumber-sumber daya maritim, dalam wawancara dengan VOA akhir pekan lalu Menteri KKP Susi Pudjiastuti juga menjelaskan tentang upaya meningkatkan pemasukan bagi APBN.
Sebelumnya ketika memaparkan target penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dalam RAPBN 2017 di Jakarta pertengahan Agustus lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengingatkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti untuk tetap mengupayakan penerimaan negara yang optimal dari sektor kelautan dan perikanan.
“Kalau apa yang kita lakukan dianggap masih kurang, saya tidak terima. Karena yang kita amankan lewat penenggelaman kapal untuk memberantas illegal fishing itu sudah luar biasa. Kita sudah amankan minyak diesel negara, yang tidak dipakai selama satu tahun ini yang mencapai 37%. Ini dihitung dari jumlah kapal-kapal yang tidak beroperasi. Nilainya mungkin bisa mencapai 60 triliun, meskipun konfirmasi dari Pak Sudirman dulu katanya cuma 20 triliun. Itu khan besar! Program apa dalam setahun yang bisa menghemat hingga sedemikian besar?,” tanya Susi dengan tegas.
Kebijakan KKP Tingkatkan PDB Perikanan
Ditambahkannya, kebijakan-kebijakan KKP bahkan telah membuat perolehan PDB perikanan jauh melampaui sektor-sektor lain.
“PDB nasional kita tahun lalu cuma 4,8% dan baru sekarang naik menjadi 5,2%. Sementara hingga September ini PDB perikanan sudah mencapai 6,6% ketika sektor2 lain seperti pertanian dll yang minus. Menurut saya 6,6% hebat!!! Ini mutlak kekuatan dalam negeri. Jangan main2!”, tambahnya.
Susi: Ada Approach Pemain IUUF Lama agar Kapalnya Diijinkan Operasi Lagi
Dalam wawancara selama 30 menit dengan VOA, Susi Pudjiastuti buka-bukaan tentang pendekatan yang dilakukan para “pemain lama” yang selama ini menangkap ikan secara illegal (IUUF) untuk bisa beroperasi kembali.
“Saya melihat akhir-akhir ini ada approach dari para pemain IUUF lama yang ingin supaya kapalnya diijinkan beroperasi kembali di perairan kita, dengan alasan untuk meningkatkan industri. Padahal industri perikanan ini sekarang jalan! Industri yang mana yang mau jalan lagi? Industri illegal fishing? Bukan itu yang kita inginkan”, tegas Susi.
Susi mengingatkan bagaimana kebijakan penangkapan kapal ikan illegal dan sejumlah kebijakan penunjang lainnya telah berhasil meningkatkan biomasa atau jumlah sumber daya alam – terutama ikan – dalam habitatnya.
“Indonesia adalah satu-satunya negara yang biomasanya naik dalam 1,5 tahun terakhir ini. Negara lain tiga kali lebih cepat penurunannya. Dan kalau untuk para pemain IUUF, melihat data ini mereka akan berpikir “wow… lebih banyak ikan yang bisa kita curi, tangkap dan ambil. Mereka menggunakan kapal-kapal tangkap eks asing yang memiliki bendera dan ABK beragam negara, bahkan dengan alat tangkap yang sangat merusak”, ujar Susi.
Perpres 44/2016 Diharapkan Dorong Peningkatan Produksi Perikanan
Susi tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya dengan upaya pihak-pihak tertentu untuk merevisi Peraturan Presiden No.44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha tertutup dan bidang yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pertengahan Mei lalu itu dengan tegas melarang usaha perikanan tangkap bagi asing. Perpres itu disambut positif berbagai kalangan yang menilai akan menjadi dorongan untuk meningkatkan produksi perikanan domestik dan juga PDB sektor perikanan. Jika pada tahun 2015 lalu PDB sektor perikanan 2015 mencapai 8,96% - yang bahkan jauh lebih tinggi dibanding PDB nasional sebesar 4,79% - maka tahun ini diharapkan bisa lebih baik lagi.
“Presiden membuat Perpress 44 yang menutup perikanan tangkap untuk asing. Saya pikir ini sangat luar biasa. Presiden kita hebat mau mengeluarkan perpress itu. Beliau sangat mengerti. Perpress ini menunjukkan beliau ini memproteksi industri perikanan yang sangat luar biasa. Tetapi sekarang ada yang ingin menggolkan kembali revisi Perpres supaya kapal2 tidak jalan lagi,” ujar Susi.[em]