Kejaksaan Mesir pada Sabtu (10/5) menuntut 200 tersangka militan dengan tuduhan melakukan lebih dari 50 serangan teroris, menewaskan 40 polisi dan 15 warga sipil, serta berkonspirasi dengan militan Hamas di Palestina.
Ini adalah persidangan massal pertama atas sebuah kelompok jihad sejak pergolakan politik beberapa waktu terakhir di negara itu.
Para tersangka itu, yang 98 diantaranya masih buron, diduga sebagai anggota Ansar Beit al-Maqdis, sebuah kelompok yang terilhami al-Qaida dan telah mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan fatal sejak penggulingan presiden Islamis Mohammed Morsi tahun lalu.
Kejaksaan Mesir menyebut mereka “kelompok teroris paling berbahaya,” dan menuduh para tersangka itu mendapat latihan militer dari Hamas di Jalur Gaza.
Amerika pada April menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris dan menuduh mereka melakukan sejumlah serangan di Israel dan serangan terhadap pasukan keamanan dan wisatawan di Mesir.
Meski menghadirkan hanya sedikit bukti, pihak berwenang Mesir menduga kelompok militan itu adalah bagian dari Ikhwanul Muslimin pimpinan Morsi. Pemerintah Mesir menuduh Ikwanul berada di balik rangkaian kekerasan disana dan menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Ikhwanul, yang pada 1970an secara resmi menolak kekerasan, membantah berbagai tuduhan itu dan menyebutnya sebagai dalih untuk melenyapkan mereka. Ikhwanul dianggap sebagai saingan politik utama pemerintah dan telah memenangkan serangkaian pemilu sejak jatuhnya pemimpin otoriter Hosni Mubarak pada 2011.
Ini adalah persidangan massal pertama atas sebuah kelompok jihad sejak pergolakan politik beberapa waktu terakhir di negara itu.
Para tersangka itu, yang 98 diantaranya masih buron, diduga sebagai anggota Ansar Beit al-Maqdis, sebuah kelompok yang terilhami al-Qaida dan telah mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan fatal sejak penggulingan presiden Islamis Mohammed Morsi tahun lalu.
Kejaksaan Mesir menyebut mereka “kelompok teroris paling berbahaya,” dan menuduh para tersangka itu mendapat latihan militer dari Hamas di Jalur Gaza.
Amerika pada April menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris dan menuduh mereka melakukan sejumlah serangan di Israel dan serangan terhadap pasukan keamanan dan wisatawan di Mesir.
Meski menghadirkan hanya sedikit bukti, pihak berwenang Mesir menduga kelompok militan itu adalah bagian dari Ikhwanul Muslimin pimpinan Morsi. Pemerintah Mesir menuduh Ikwanul berada di balik rangkaian kekerasan disana dan menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Ikhwanul, yang pada 1970an secara resmi menolak kekerasan, membantah berbagai tuduhan itu dan menyebutnya sebagai dalih untuk melenyapkan mereka. Ikhwanul dianggap sebagai saingan politik utama pemerintah dan telah memenangkan serangkaian pemilu sejak jatuhnya pemimpin otoriter Hosni Mubarak pada 2011.