KAIRO, MESIR —
Pengadilan di Mesir memerintahkan empat stasiun televisi untuk menghentikan siaran mereka – termasuk afiliasi lokal Al-Jazeera dan sebuah jaringan milik Ikhwanul Muslimin.
Al Jazeera TV Direct yang memusatkan perhatian pada politik lokal di Mesir, mendesak kebebasan pers setelah mengumumkan bahwa pengadilan Mesir membatasi beberapa kegiatannya.
Vonis pengadilan administratif hari Selasa itu mencakup stasiun Ahrar-25 – jaringan yang dioperasikan oleh Ikhwanul Muslimin – demikian pula stasiun televisi Al-Quds dan Al-Yarmuk yang pro-Islam.
Al Jazeera melaporkan pengadilan telah menetapkan beberapa pembatasan terhadap keempat stasiun televisi itu dan mengatakan Al Jazeera melakukan “siaran tanpa ijin”. Al Jazeera mengatakan telah memperoleh ijin siaran bulan April lalu.
Stasiun Al Jazeera Direct hari Rabu memutar jingle atau lagu, di tengah laporawn berita singkat yang menyerukan “kemenangan Islam dan kekalahan sekularisme”.
Tiga saluran televisi berorientasi kelompok Islam yang dilarang oleh pengadilan hari Selasa ITU, sudah tidak mengudara sejak tergulingnya presiden Mohammed Morsi awal Juli lalu.
Para pejabat pemerintahan sementara Mesir mengeluh bahwa Al Jazeera dan beberapa organisasi media lainnya telah menyiarkan “informasi” yang bias.
Al Jazeera menyangkal tuduhan itu, meskipun para pengecam mengatakan Al Jazeera telah menunjukkan trend penyiaran yang lebih besar bagi tamu-tamu Ikhwanul Muslimin dalam acara-acaranya.
Mantan editor dan penerbit Mesir Hisham Kaseem mengatakan kepada VOA, meskipun Al Jazeera “menunjukkan dukungan jelas bagi satu partai di Mesir dibanding lainnya”, tidak ada alasan kuat untuk melarang penyiarannya.
“Saya setuju bahwa hasutan harus dikenai hukuman penjara, dan saya merujuk pada kasus Rwanda, Kosovo atau Sri Lanka, dimana jelas terjadi penghasutan. Jika kita menyebut seseorang “anjing” ini bisa dikenai tuduhan pencemaran nama baik dan dihukum denda. Tetapi jika KITA mengatakan “pergilah kesana!” dan “bunuh orang laki-laki dan perkosa orang-orang perempuan”, maka ini adalah tindakan menghasut dan orang bisa dihukum penjara,” ujar Kaseem.
Tetapi Hisham Kaseem menambahkan Al Jazeera “tidak menghasut”.
Namun banyak pejabat pemerintah dan warga Mesir mendesak peningkatan pembatasan terhadap beberapa organisasi media, yang mendapati semakin berbahaya untuk mengirim laporan dari jalan-jalan.
Al Jazeera TV Direct yang memusatkan perhatian pada politik lokal di Mesir, mendesak kebebasan pers setelah mengumumkan bahwa pengadilan Mesir membatasi beberapa kegiatannya.
Vonis pengadilan administratif hari Selasa itu mencakup stasiun Ahrar-25 – jaringan yang dioperasikan oleh Ikhwanul Muslimin – demikian pula stasiun televisi Al-Quds dan Al-Yarmuk yang pro-Islam.
Al Jazeera melaporkan pengadilan telah menetapkan beberapa pembatasan terhadap keempat stasiun televisi itu dan mengatakan Al Jazeera melakukan “siaran tanpa ijin”. Al Jazeera mengatakan telah memperoleh ijin siaran bulan April lalu.
Stasiun Al Jazeera Direct hari Rabu memutar jingle atau lagu, di tengah laporawn berita singkat yang menyerukan “kemenangan Islam dan kekalahan sekularisme”.
Tiga saluran televisi berorientasi kelompok Islam yang dilarang oleh pengadilan hari Selasa ITU, sudah tidak mengudara sejak tergulingnya presiden Mohammed Morsi awal Juli lalu.
Para pejabat pemerintahan sementara Mesir mengeluh bahwa Al Jazeera dan beberapa organisasi media lainnya telah menyiarkan “informasi” yang bias.
Al Jazeera menyangkal tuduhan itu, meskipun para pengecam mengatakan Al Jazeera telah menunjukkan trend penyiaran yang lebih besar bagi tamu-tamu Ikhwanul Muslimin dalam acara-acaranya.
Mantan editor dan penerbit Mesir Hisham Kaseem mengatakan kepada VOA, meskipun Al Jazeera “menunjukkan dukungan jelas bagi satu partai di Mesir dibanding lainnya”, tidak ada alasan kuat untuk melarang penyiarannya.
“Saya setuju bahwa hasutan harus dikenai hukuman penjara, dan saya merujuk pada kasus Rwanda, Kosovo atau Sri Lanka, dimana jelas terjadi penghasutan. Jika kita menyebut seseorang “anjing” ini bisa dikenai tuduhan pencemaran nama baik dan dihukum denda. Tetapi jika KITA mengatakan “pergilah kesana!” dan “bunuh orang laki-laki dan perkosa orang-orang perempuan”, maka ini adalah tindakan menghasut dan orang bisa dihukum penjara,” ujar Kaseem.
Tetapi Hisham Kaseem menambahkan Al Jazeera “tidak menghasut”.
Namun banyak pejabat pemerintah dan warga Mesir mendesak peningkatan pembatasan terhadap beberapa organisasi media, yang mendapati semakin berbahaya untuk mengirim laporan dari jalan-jalan.