Ketegangan meningkat di Timur Tengah pada Kamis (8/2), sehari setelah Amerika menewaskan seorang komandan kelompok militan yang didukung Iran dalam serangan pesawat tak berawak di Baghdad.
Para pelayat meneriakkan “Allahu Akbar” saat pemakaman komandan Kataib Hizbullah Wissam Muhammad Sabir al-Saadi yang terbunuh pada Rabu larut malam di jalan yang ramai di Baghdad.
Sejak pertengahan Oktober, Kataib Hizbullah telah memainkan peran utama dalam 168 serangan militan terhadap pasukan AS di Irak, Suriah dan Yordania, yang melukai lebih dari 100 orang dan menewaskan tiga tentara Amerika.
“Jika Anda menyerang dan melukai warga kami, kami tahu siapa Anda, dan kami akan menemukan Anda. Dan akan ada biaya yang harus dibayar jauh lebih besar daripada apa pun yang diakibatkan pada kami," ujar Jenderal Dan Hokanson, Kepala Biro Garda Nasional AS.
Setelah tiga hari tanpa serangan terhadap pangkalan AS, para pendukung militan kini bersumpah untuk melakukan balas dendam atas pembunuhan al-Saadi.
“Serangan mematikan ini akan ditanggapi dengan respons dari gerakan-gerakan rakyat, dan dengan respons dari perlawanan Islam. Tidak ada negosiasi dengan Amerika dan tidak ada solusi – kecuali dengan menarget basis orang-orang ini, para penjajah," kata Sheikh Faisal al-Saidi, seorang tokoh agama di Irak.
Gedung Putih mengatakan pihaknya sepenuhnya menghormati kedaulatan Irak dan menjaga hubungan baik dengan Pemerintah Irak, seperti disampaikan oleh John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional.
“Jika tidak ada serangan terhadap pasukan kami, yang hadir atas undangan pemerintah Irak, maka tidak perlu ada serangan balasan,” kata Kirby.
AS menyalahkan Iran karena mendukung kelompok-kelompok militan. Namun Pentagon mengatakan tidak ada warga Iran yang tewas dalam serangan AS baru-baru ini. [lt/ab]
Forum