Militer Myanmar memberlakukan kembali sebuah UU yang mewajibkan warga melaporkan pengunjung yang menginap di rumahnya, sementara polisi memburu para pendukung demonstran dalam unjuk rasa yang mengguncang negara itu sejak kudeta militer pada 1 Februari.
Amandemen UU Tata Laksana Lingkungan atau Desa yang diumumkan Sabtu malam (13/2) lewat laman Facebook yang dikelola militer itu merupakan yang terbaru dari serangkaian perubahan UU yang dilakukan oleh militer.
Bekas pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, yang ditahan bersama kabinetnya, mencabut ketentuan yang merupakan warisan militer sejak puluhan lalu.
Di bawah amandemen yang diberlakukan kembali itu, warga terancam hukuman denda atau penjara apabila tidak melaporkan tamu mereka kepada pihak berwenang.
Junta Myanmar pada Sabtu (13/2) juga menangguhkan UU yang melarang pasukan keamanan menahan tersangka atau menggeledah properti pribadi tanpa persetujuan pengadilan. Militer juga memerintahkan penangkapan para pendukung protes-protes massal menentang kudeta bulan ini.
Kudeta itu telah memicu protes-protes di jalanan terbesar dalam lebih dari satu dekade dan telah dikecam oleh negara-negara Barat. AS mengumumkan beberapa sanksi yang diberlakukan terhadap para jenderal yang berkuasa. Negara-negara lain juga mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi.
Sementara protes-protes anti-kudeta pecah lagi di Yangon, Naypyitaw dan tempat lain Sabtu (13/2), militer mengatakan telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap tujuh pengkritik militer, karena komentar mereka di media sosial. Warga diimbau memberitahu polisi apabila mereka mengetahui keberadaan para pengkritik itu, dan akan dihukum apabila melindunginya, kata tim informasi True News milik militer dalam pernyataan.
Asosiasi Bantuan bagi Bekas Tahanan Politik, sebuah kelompok pengawas Myanmar, mengatakan sedikitnya 384 orang telah ditahan di seluruh negara itu sejak kudeta, terutama dalam penyerbuan di malam hari. [vm/ah]