Warga Rusia yang berusia lanjut menuduh Pakta Pertahanan Atlatik Utara (NATO) sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketegangan yang meningkat antara Kremlin dan pihak Barat seputar masalah Ukraina, demikian temuan sebuah survei publik yang dilakukan minggu ini oleh sebuah organisasi jajak pendapat independen berbasis di Moskow, Rusia.
Pada semua kelompok usia, setengah dari responden yang disurvei oleh Levada Center berpendapat Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota NATO lainnya adalah “pemrakarsa dari bergejolaknya situasi di wilayah timur Ukraina,” sementara hanya 4 persen dari responden yang menuduh Rusia bertanggung jawab akan situasi tersebut. Sekitar 16 persen menilai Kyiv sebagai penyebab atas memburuknya hubungan tersebut.
Namun, survei yang dirilis tengah minggu ini menunjukkan perbedaan pendapat yang signifikan berdasarkan kelompok usia, di mana 61 persen responden yang berusia di atas 55 tahun melihat negara Barat sebagai pelaku pelanggaran, dan hanya 24 persen dari responden berusia 18 sampai 24 tahun setuju dengan mereka.
Warga Rusia yang lebih tua cenderung menerima berita mereka dari televisi yang dikendalikan oleh pemerintahan Kremlin, sementara warga yang lebih muda cenderung menghindari saluran media pemerintah, serta mencari berita dari sumber yang independen dan juga dari media sosial.
Diplomat Barat mengatakan bahwa hasil poling tersebut tidak mengejutkan, karena Kremlin sudah membuat propaganda bahwa Ukraina adalah pelanggar sesungguhnya sejak 2014, dan mereka juga mengatakan bahwa Ukraina bukan sebuah negara yang telah merdeka dan merupakan bagian dari Rusia.
Tetapi para diplomat khawatir survei ini bisa membuat Presiden Vladimir Putin semakin nekad, sementara ketegangan semakin membara di sepanjang perbatasan Rusia dan Ukraina, dimana pejabat AS dan Ukraina mengatakan Kremlin sedang mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut.
Pejabat intelijen AS dan Ukraina mengatakan sebelumnya bulan ini bahwa Rusia kemungkinan bisa melancarkan sebuah invasi ke dalam wilayah Ukraina pada awal 2022 dengan membawa sekitar 175 ribu pasukan. [jm/lt]