Taliban meminta para ulamanya untuk tidak menghadiri konferensi ulama dari tiga negara - Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan yang direncanakan berlangsung di Jakarta akhir bulan ini, situs berita situs berita alemarah-english.org, melaporkan Sabtu (9/3) pekan lalu. Situs web alemarah-english.org mengklaim sebagai penyambung suara negara Islam di Afghanistan.
Dalam pernyataan tertulis, Taliban menyatakan konferensi yang digagas Indonesia ini sebagai bagian dari propaganda penjajah. Taliban mengisyaratkan tidak akan ada perdamaian selama pasukan asing masih berada di Afghanistan dan pemerintah Afghanistan masih bekerja sama dengan pihak asing.
Dalam kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Afghanistan beberapa waktu lalu, Presiden Afghanistan Asyraf Ghani meminta Indonesia menjadi mediator untuk membantu menciptakan perdamaian di Afghanistan. Kalla menyanggupi hal tersebut dan menggagas konferensi ulama trilateral Indonesia-Afghanistan-Pakistan.
Pemerintah Indonesia telah menunjuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mempersiapkan dan sekaligus menjadi tuan rumah konferensi ulama tiga negara itu.
Kepada VOA, Selasa (13/3), Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhyiddin Junaidi, mengatakan pihaknya masih belum bisa memastikan kebenaran kabar soal penolakan Taliban hadir dalam konferensi itu. Dia menambahkan, pihaknya sedang mendalami apakah pernyataan itu benar disampaikan Zabiullah Mujahid, dan apakah hal itu pernyataan pribadi atau pernyataan resmi Taliban.
Zabiullah Mujahid adalah juru bicara Taliban. Namun ada pula seorang juru bicara lain, yaitu Qari Yusuf Ahmadi.
“Karena sejauh ini, informasi yang kami himpun dari berbagai macam sumber, belum ditemukan pernyataan resmi dan sikap resmi Taliban. Perlu kami sampaikan bahwa Indonesia serius untuk membantu Afganistan dan bersikap netral. Kita tidak punya kepentingan apa-apa kecuali Afganistan damai,” kata Muhyiddin.
Baca: Indonesia Undang Taliban Dalam Pertemuan Ulama 3 Negara
Muhyiddin mensinyalir kabar mengenai penolakan Taliban hadir dalam konferensi ulama tiga negara itu karena mereka tidak menerima informasi secara menyeluruh mengenai latar belakang dan tujuan Indonesia menggelar konferensi ulama trilateral tersebut.
Dia mengungkapkan pihak Taliban hanya menerima informasi tentang rencana konferensi ulama tiga negara itu dari berita kunjungan Pres den Joko Widodo ke Afghanistan dan diikuti oleh lawatan serupa dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
MUI, menurut Muhyidin, memang belum menyampaikan undangan resmi kepada ulama Taliban untuk menghadiri konferensi tersebut.
“Kami dalam dua-tiga hari ini akan mencoba menyampaikan undangan itu secara personal kepada ulama Taliban yang berdomisili di Pakistan. Ulama Taliban itu umumnya tinggal di Pakistan karena mereka menganggap bahwa pemerintah Afghanistan yang dipimpin oleh Presiden Asyraf Ghani adalah pemerintah boneka Amerika Serikat,” kata Muhyiddin.
Bisa jadi, lanjut Muhyiddin, Taliban menganggap siapapun yang bekerja sama dengan pemerintahan Asyraf Ghani telah mengkhianati perjuangan bangsa Afghanistan.
Muhyiddin menjelaskan pertemuan ulama trilateral ini sebetulnya untuk membahas isu mekanisme pengeluaran fatwa, baru nantinya dilanjutkan ke isu-isu lain.
Dia mengatakan salah satu isu akan dibahas terkait mekanisme pengeluaran fatwa adalah antara lain mengenai jihad, yakni jihad menurut perspektif Islam, jihad itu ditujukan kepada siapa. Juga soal bom bunuh diri, apakah itu dibolehkan atau dilarang menurut ajaran Islam. Apakah penyerangan kepada pemerintahan yang sah boleh atau tidak.
Muhyiddin menolak menjawab ketika ditanya apakah rencana pertemuan ulama tiga negara tersebut akan dibatalkan jika Taliban menolak mengirim perwakilan. Dia mengakui MUI masih belum bisamenentukan langkah selanjutnya sampai ada penjelasan resmi dari Taliban mengenai kabar penolakan itu.
Menurut Muhyiddin, lobi-lobi masih terus dilakukan terhadap Taliban untuk memberi pemahaman bahwa pertemuan ulama tiga negara ini murni untuk membahas masalah-masalah yang ada kaitannya dengan agama, hubungan antar umat Islam, hubungan antar negara, dan hubungan antar sesama warga negara.
Muhyiddin menjelaskan ada tiga kelompok besar dalam Taliban, yaitu kelompok Rasul, kelompok Syardar, dan kelompok Haqqani. Jadi tidak ada yang tahu apakah pernyataan penolakan itu merupakan sikap kolektif ketiga kelompok besar dalam Taliban tersebut atau hanya pernyataan dari satu kelompok saja.
Selain tiga kelompok besar dalam Taliban itu, masih ada 20 faksi lebih kecil.Dalam konferensi itu nantinya, tambah Muhyiddin, masing-masing negara akan diwakili oleh 15 ulama dalam pertemuan ulama tiga negara tersebut. Mengenai berapa jumlah ulama Taliban mesti hadir, mekanismenya diserahkan kepada Taliban.
Dia menegaskan posisi dan peran ulama sangat dihormati di Afghanistan. Karena itu langkah awal untuk menuju perdamaian adalah bagaimana terjadi kesepakatan di antara para ulama mengenai solusi untuk menghentikan perang saudara di Afghanistan.
Menurut Muhyiddin, Indonesia juga akan berbagi pengalamanmengenai penyelesaian konflik di Aceh, Ambon, dan Papua. Nanti tinggal keputusan Afghanistan apakah mau memakai pengalaman Indonesia atau tidak.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia memang diminta secara khusus oleh Afghanistan untuk memainkan peran utama dalam menciptakan perdamaiandi negara itu, dan semua pihak setuju dengan peran Indonesia tersebut.
“Karena Indonesia dinilai menjadi negara yang netral, negara yang tidak memiliki kepentingan langsung baik politik maupun ekonomi. Dan Indonesia adalah negara muslim yang paling besar. Yang tidak kalah pentingnya, kita memiliki rekam jejak yang bagus di bidang diplomasi perdamaian,” kata Menlu Rento.
Perdamaian tidak bisa dicapai hanya lewat pertemuan dan perundingan diplomatik semata, tetapi harus didorong langsung dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan perbaikan kondisi ekonomi. MUI, kata Retno, misalnya telah menyiapkan 135 beasiswa bagi siswa Afghanistan.
Taliban adalah gerakan para pelajar sekolah agama atau madrasah di wilayah Pashtun di timur dan selatan Afghanistan. Sejak 2016, Taliban dipimpin oleh Hibatullah Akhundzada. Selama 1996-2001, Taliban telah menguasai tiga perempat wilayah Afghanistan dan memberlakukan Syariat Islam secara tegas. Taliban muncul pada 1994 sebagai kekuatan penting dalam perang saudara di Afghanistan.