Konflik bersenjata di Afghanistan tidak kunjung selesai. Kebangkitan milisi Taliban dan kehadiran para jihadis Daulah Islamiyah kian memperburuk situasi politik dan keamanan di negara Asia tengah itu.
Sebulan terakhir ini dua pemimpin Indonesia melawat ke Afghanistan, dimulai dengan kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo, yang dilanjutkan dengan lawatan Wakil Presiden Jusuf Kalla pekan lalu. Hasil dua lawatan itu dan serangkaian pembahasan di tingkat menteri, menghasilkan gagasan untuk melangsungkan pertemuan para ulama dari tiga negara, yakni Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan. Agenda inilah yang dibahas dalam pertemuan tertutup antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di kantor MUI, Jakarta, Selasa (6/3).
Kalla dalam jumpa pers seusai pertemuan mengatakan pertemuan yang dilangsungkan di Indonesia itu diharapkan akan menghasilkan kesepakatan untuk mendorong perdamaian Afghanistan.
"Di Afghanistan, seperti Indonesia juga, suara alim ulama itu sangat penting. Jadi pertemuan ini hasilnya kita harapkan sebagai payung sebelum ada pertemuan perdamaian yang lebih teknis," ujar Kalla.
Kalla yakin perdamaian di Afghanistan bisa dicapai karena semua pihak memang mendambakan terciptanya situasi damai, yang sedianya memperhatikan martabat semua pihak.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pertemuan ulama trilateral ini sudah didahului dengan dua pertemuan bilateral antara para ulama Afghanistan dengan ulama Indonesia.
Retno menegaskan kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan tersebut dan telah menyampaikannya kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menjadi tamu kehormatan dalam Konferensi Perdamaian Kabul, dihadiri 24 negara dan organisasi-organisasi internasional.
Menurut Retno, pemerintah saat ini melakukan komunikasi intensif dengan Pakistan untuk membahas wakil-wakil ulama dari Pakistan.
Indonesia – ujar Retno – memang diminta secara khusus oleh Afghanistan untuk memainkan peran utama dalam menciptakan perdamaian di negara itu, dan semua pihak setuju dengan peran Indonesia tersebut.
"Karena Indonesia dinilai menjadi negara yang netral, negara yang tidak memiliki kepentingan langsung baik politik maupun ekonomi. Dan Indonesia adalah negara muslim yang paling besar. Yang tidak kalah pentingnya, kita memiliki rekam jejak yang bagus di bidang diplomasi perdamaian," ungkap Retno.
Perdamaian tidak bisa dicapai hanya lewat pertemuan dan perundingan diplomatik semata, tetapi harus didorong langsung dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan perbaikan kondisi ekonomi. MUI – ujar Retno – misalnya telah menyiapkan 135 beasiswa bagi siswa Afghanistan.
Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyiddin Junaidi menjelaskan Indonesia diminta menjadi juru damai oleh Afghanistan karena memiliki pengalaman luas dalam menyelesaikan berbagai konflik di dalam dan luar negeri; misalnya konflik di Ambon, Poso, dan Aceh lewat proses perdamaian.
Muhyiddin mengatakan posisi ulama di Afghanistan sangat dihormati. Karena itulah, pemerintah menunjuk MUI untuk menjadi penyelenggara pertemuan ulama, yang akan dihadiri 15 ulama dari masing-masing negara. Pertemuan ulama trilateral ini sedianya dilangsungkan 15 Maret, tetapi karena Afghanistan terlambat menyerahkan daftar ulama yang akan hadir, maka pertemuan itu kemungkinan ditunda.
"Artinya ulama yang versi Afghanistan itu belum banyak melibatkan unsur-unsur ulama Taliban. Sementara Taliban ini cukup kuat, dia menguasai beberapa wilayah di Afghanistan," paparnya.
MUI juga meminta kepada Duta Besar Afghanistan di Jakarta untuk memasukkan perwakilan ulama dari Taliban dalam delegasi akan hadir nanti. Namun menurut Duta Besar Afghanistan di Jakarta, hal ini masih dibahas dengan Kementerian Luar Negeri Pakistan karena banyak ulama Taliban yang tinggal di Pakistan dan kerap mengeluarkan fatwa untuk menyerang pemerintahan sah di Afghanistan.
Muhyiddin menambahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis perdamaian bisa tercapai dalam enam bulan dengan syarat pertemuan digelar setiap bulan. Pertemuan pertama akan berlangsung selama tiga hari.
Baca juga: Jokowi Tegaskan Komitmen Indonesia Bangun Perdamaian di Afghanistan
Lebih lanjut Muhyiddin mengatakan sebelumnya kelompok Taliban telah menyerukan tiga hal; yaitu (1) semua pasukan asing harus keluar dari Afghanistan, (2) adanya pembagian kekuasaan, (3) berlangsungnya proses perdamaian secara netral.
Muhyiddin menekankan Indonesia akan bertindak hati-hati dalam menjembatani perdamaian di Afghanistan agar tidak menyinggung perasaan pihak-pihak terkait.
Taliban adalah gerakan para pelajar sekolah agama atau madrasah di wilayah Pashtun di timur dan selatan Afghanistan.
Sejak 2016, Taliban dipimpin oleh Hibatullah Akhundzada. Selama 1996 hingga 2001, Taliban telah menguasai tiga perempat wilayah Afghanistan dan memberlakukan syariat Islam secara tegas. Taliban muncul pada 1994 sebagai kekuatan penting dalam perang saudara di Afghanistan. [fw/em]