Pemerintah Myanmar dan delapan kelompok etnik bersenjata telah menandatangani persetujuan gencatan senjata yang disambut oleh para pejabat sebagai pencapaian utama, meskipun beberapa pasukan pemberontak lain tidak mau menandatangani persetujuan itu.
Presiden Thein Sein menghadiri upacara penandatanganan yang ditayangkan televisi hari Kamis (15/10) di ibukota Naypyidaw, dengan para pemimpin pemberontak dan diplomat asing dari beberapa negara menyaksikannya.
“Persetujuan Gencatan Senjata Nasional adalah hadiah bersejarah dari kita ke generasi masa depan,” kata Thein Sein. “Meskipun persetujuan itu belum mancapai seluruh negara, kami akan berusaha lebih keras untuk memperoleh persetujuan dengan kelompok-kelompok lain.”
Presiden tadinya berharap akan memperoleh persetujuan perdamaian di seluruh negara itu yang mengikutkan semua kelompok pemberontak Myanmar. Harapan tersebut pudar bulan lalu ketika 10 dari kelompok-kelompok itu mengumumkan mereka tidak ikut menandatangani.
Di antara kelompok yang tidak turut dalam persetujuan hari Kamis adalah United Wa State Army, salah satu kelompok pemberontak yang paling kuat, dan Organisasi Kemerdekaan Kachin, yang menguasai daerah luas di timur laut.
Departemen Luar Negeri Amerika menyambut baik penandatanganan itu sebagai langkah pertama yang sangat penting dalam proses yang lama menuju perdamaian abadi. Tetapi mereka mengatakan dalam pernyataan keprihatinan tetap ada karena serangan militer yang berlanjut di negara-bagian Kachin dan Shah, dan kurangnya akses kemanusiaan kepada lebih dari 100 ribu orang pengungsi di daerah-daerah tersebut.
Persetujuan perdamaian di seluruh negara tadinya merupakan pencapaian utama bagi Thein Sein, seorang mantan jenderal yang pemerintahan sipilnya memegang kekuasaan tahun 2011 setelah hampir 50 tahun negara itu dikuasai junta militer.
Partainya yang berkuasa menghadapi tantangan bulan depan ketika Myanmar mengadakan pemilu yang pertama sejak proses reformasi mulai. [gp]