Sebuah pengadilan Myanmar menghukum seorang penulis dua tahun penjara dan kerja paksa, Selasa (2/6), karena menghina Buddhisme, memicu kemarahan para aktivis yang menyebutnya pukulan atas kebebasan berpendapat dan toleransi agama.
Htin Lin Oo, mantan pejabat partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, divonis bersalah oleh pengadilan Sagaing di Myanmar utara atas komentar-komentarnya yang menurutnya bertujuan mencegah ekstremisme Buddhisme.
"Htin Lin Oo mengkritik para biksu yang memberikan pidato kebencian," ujar pengacaranya, Thein Than Oo.
Thein mengatakan ia khawatir keterlibatan kliennya di masa lalu dengan partai oposisi akan menaikkan profil kasus tersebut, sementara ia akan mengajukan banding.
Thein Than Oo mengatakan segmen video 10 menit dari pidato kliennya selama dua jam yang tersebar di Internet Oktober tahun lalu, secara sengaja disalahartikan oleh para ekstremis.
Vonis tersebut dikutuk oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena mengirimkan pesan yang salah.
Pemerintah Myanmar "seharusnya mendorong penulis-penulis seperti Htin Lin Oo untuk mempromosikan toleransi antar-agama di negara ini, bukannya memenjarakannya," ujar Wai Hnin dari Burma Campaign UK dalam sebuah pernyataan.
Amnesty International di London mengatakan Htin Lin Oo merupakan tahanan hati nurani yang harus dibebaskan segera.
"Semakin meningkatnya pengaruh nasionalis ekstremis Buddhis dan retorika mereka yang penuh kebencian di Myanmar sangat merisaukan," ujar direktur riset regional Amnesty, Rupert Abbot, dalam pernyataan tertulis.